Be-songo.or.id

Teladan Akhlak Nabi: Jangan Mudah Mencela

            Surat al-Hujurat berisi pentunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang mukmin terhadap Allah SWT dan terhadap Nabi, dan orang yang menentang ajaran Allah dan Rasul-Nya, yaitu orang fasik. Pada pembahasan ini dijelaskan apa yang harus dilakukan seorang mukmin. terhadap sesama manusia secara keseluruhan demi terciptanya sebuah perdamaian. Adapun etika yang diusung untuk menciptakan sebuah perdamaian dan menghindari pertikaian yaitu menjauhi sikap mengolok-olok, mengejek diri sendiri, saling memberi panggilan yang buruk, suudzon, tajassus, ghibah, serta tidak boleh bersikap sombong dan saling membanggakan diri karena derajat manusia di hadapan Allah SWT sama. Berikut ini adalah bunyi lengkap surat al-Hujurat ayat 11:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿١١

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah imandan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”  (Q.S. al-Hujurat : 11)

Kata (يسخر ) yaskhar/memperolok-olokkan yaitu menyebut kekurangan pihak lain dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan, baik dengan ucapan, perbuatan, atau tingkah laku. Kata (قوم ) qoum biasa digunakan untuk menunjuk sekelompok manusia. Bahasa menggunakannya pertama kali untuk kelompok laki-laki saja karena ayat diatas menyebut pula secara khusus wanita. Memang, wanita dapat saja masuk dalam pengertian qoum bila ditinjau dari penggunaan sekian banyak kata yang menunjuk kepada laki-laki, misalnya kata al-mu’minun dapat saja tercakup di dalamnya al-mu’minat/wanita-wanita mu’minah. Namun, ayat di atas mempertegas penyebutan kata (نساء) nisa’/perempuan karena ejekan dan ”merumpi” lebih banyak terjadi dikalangan perempuan dibandingkan kalangan laki-laki.

Kata (تلمزوا) talmizu terambil dari kata (اللمز) al-lamz. Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata ini. Ibn ‘Asyur, misalnya, memahaminya dalam arti ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir, tangan, atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan atau ancaman. Ini adalah suatu bentuk kekurangajaran dan penganiayaan.

Ayat di atas melarang melakukan al-lamz terhadap diri sendiri,sedang maksudnya adalah oranglain. Redaksi tersebut dipilih untuk mengisyaratkan kesatuan masyarakat dan bagaimana seharusnya seseorang merasakan bahwa penderitaan dan kehinaan yang menimpa orang lain menimpa pula dirinya sendiri. Di sisi lain, tentu saja siapa yang mengejek oranglain maka dampak buruk ejekan itu menimpa sipengejek, bahkan tidak mustahil ia memperoleh ejekan yang lebih buruk daripada yang diejek itu. Bisa juga larangan ini memang ditujukan kepada masing-masing dalam arti jangan melakukan sesuatu aktifitas yang mengundang orang menghina dan mengejek Anda karena, jika demikian, Anda bagaikan mengejek diri sendiri.

Firman-Nya: (عسى أن يكونواخيرامنهم) ‘asa an yakunu khairan minhum/boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok mengisyaratkan tentang adanya tolok ukur kemuliaan yang menjadi dasar penilaian Allah yang boleh jadi berbeda dengan tolok ukur manusia secara umum. Memang, banyak nilai yang dianggab baik oleh sementara orang terhadap diri mereka atau orang lain justru sangat keliru. Kekeliruan itu mngantarkan mereka menggunakan dasar penilaian yang ditetapkan Allah, tentulah mereka tidak akan menghina atau mengejek, sebagaimana yang terjadi pada Shafiyyah, Ketika pada suatu hari  Shafiyyah menangis tatkala Nabi menemuinya karena ia diolok-olok oleh Hafsah  sebagai putrinya orang Yahudi. Nabi saw berkata: “Sesungguhnya engkau anak putrinya Nabi dan paman engkau adalah Nabi, serta engkau berada dibawah naungan seorang nabi., maka dengan apa ia akan membangga-banggakan dengan engkau?”.

Kata-kata nabi menjadi penyejuk, ketenangan dan ketentraman baginya. Sehingga setiap kali istri Nabi yang lain membanggakan dirinya, maka ia berkata:”Bagaiman kalian lebih baik dari saya , sedangkan suami saya adalah Muhammad, ayah saya Harun dan paman saya Musa.

Kata (تنابزوا) tanabazu terambil dari kata (النّبذ) an-nabz, yakni gelar buruk. At-tanabuz adalah saling memberi gelar buruk. Larangan ini menggunakan bentuk kata yang mengandung makna timbal balik, berbeda dengan larangan al-lamz pada penggalan sebelumnya. Ini bukan saja karena biasanya disampaikan secara terang-terangan dengan memanggil yang bersangkutan. Hal ini mengundang siapa yang tersinggung dengan panggilan buruk itu membalas dengan memanggil yang memanggilnya pula dengan gelar buruk sehingga terjadi tanabuz.

Perlu dicatat bahwa terdapat sekian gelar yang secara lahiriah dapat dinilai gelar buruk, tetapi karena ia sedemikian populer dan penyandangnya pun tidak lagi keberatan dengan gelar itu maka disini menyebut gelar tersebut dapat ditoleransi oleh agama. Misalnya, Abu Hurairah, yang nama aslinya adalah Abdurrahman Ibn Shakhar, atau Abu Turab untuk Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib. Bahkan, al-A’raj (si Pincang) untuk perawi hadits kenamaan Abdurrahman Ibn Hurmuz dan al-A’masy (si Rabun) bagi Sulaiman Ibn Mahran, dan lain-lain.

Kata (الإسم) al-ism yang dimaksud oleh ayat ini bukan dalam arti nama,tetapi sebutan. Dengan demikian, ayat diatas bagaikan menyatakan: “Seburuk-buruk sebutan adalah menyebut seseorang dengan sebutan yang mengandung makna kefasikan setelah ia disifati dengan sifat keimanan.” Ini karena kefasikan bertentangan dengan keimanan. Ada juga yang memahami kata al-ism dalm arti tanda dan jika demikian ayat ini berarti: “Seburuk-buruk tanda pengenalan yang disandangkan kepada seseorang setelah ia beriman adalah memperkenalkannya dengan sebutan dosa yang pernah dilakukannya.

Kemuliaan masyarakat akan bersemi apabila anggota masyarakat mau melaksanakan ajaran Islam, sehingga tersedia lingkungan yang sehat yang mengeleminasi gejolak perseteruan dan konflik sosial. Contoh yang tampak sederhana, tetapi sesungguhnya merupakan bibit dari setiap perselisihan sosial, diungkapkan oleh al-Qur’an, yakni meremehkan dan mencaci orang lain. Dua hal itu merupakan contoh dari benih kejahatan sosial. Perlu diperhatikan pula bahwa mengucapkan suatu kata apapun atau melakukan suatu tindakan apapun yang bisa meretakkan persaudaraan sesama muslim adalah perbuatan yang terlarang.

Ayat yang tertuju kepada kaum beriman ini mengajarkan agar menjauhkan diri dari mencaci saudara seiman mereka. Adalah tidak pantas menilai hati dan tindakan mereka yang berakhir pada ekspresi peremehan dan pencelaan. Sebab, boleh jadi, mereka yang di cemooh dan dihina itu mungkin lebih baik dari pada yang menghinanya. Wanita yang beriman secara keras dilarang mencaci wanita lain dan melemparkan komentar sinis dan buruk terhadap mereka, karena mereka tidak mengetahui keunggulan orang yang dicaci dan diejek itu.

Ayat ini memberi bimbingan dan nasehat bagi kaum muslim dengan menyatakan bahwa alih-alih mereka bermaksut untuk mencemooh seseorang, mengekspos kesalahannya, menghina atau mencelanya atau memiliki pikirang buruk tentang saudara seagamanya itu, akan lebih baik apabila mereka mempertimbangkan perbuatannya sendiri.

Apabila seorang muslim mendahulukan untuk merenungkan tentang kekurangan diri dan perbuatannya maka dia akan menyadari bagaimana semestinya bersikap. Bahkan, sekalipun dia kebetulan tidak pernah berbuat kesalahan, atau merasa puas dengan keadaan dirinya-baik secara jasmani atau rohani-maka mencemooh orang-orang beriman tetap saja merupakan sebuah kesalahan yang paling tercela. Dengan kesadaran itu, dia dapat mengambil langkah-langkah berbaikan diri dan menahan dirinya dari menghina dan mencari-cari kesalahan orang lain. (mukhayya-red).