“Menulis itu sebenarnya sama dengan berbicara, hanya saja itu kau catat.” (Helvy Tiana Rosa)
Menulis adalah salah satu sarana untuk menyampaikan ide, gagasan atau pesan, bukan asal menjejer kata-kata menjadi sebuah kalimat kemudian membentuk paragraf yang panjang. Namun demikian, penulis perlu juga memperhatikan permorfancenya. Artinya, selain fokus terhadap pesan, tulisan juga harus dikemas dengan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami pembaca.
Lalu apa saja yang harus diperhatikan penulis agar tulisannya, selain mampu mewakili pesan yang ingin ia sampaikan, mempunyai kemasan yang apik, juga mampu menarik redaktur?
Jum’at (28/02), santri pondok pesantren Darul Falah Be-Songo berkesempatan belajar langsung dengan Ida Nur Laela, seorang wartawati Jawa Pos yang sudah malang melintang di dunia kepenulisan. Workshop jurnalistik yang bertempat di gedung serbaguna perum Bank Niaga Semarang ini merupakan rangkain training pasca liburan yang diagendakan setiap tahun oleh pondok pesantren Darul Falah Be-Songo. Peserta tampak sangat antusias mengikuti workshop. Khususnya santri PKU (Pendidikan Kader Ulama) yang sedang menyusun Risalatul Ulama Indonesia, tugas individu dari Dr. KH. Imam Taufiq, M.Ag, pengasuh pondok pesantren Darul Falah Be-Songo. Dimulai dari pukul 09.00 WIB sampai 16.00 WIB, workshop ini berjalan dengan lancar dengan materi-materi yang sangat bermanfa’at.
Penulis adalah Pembaca
Tulisan yang up to date dengan isu yang sedang ramai akan lebih mendapat respon pembaca. Peka terhadap perubahan, keadaan sekitar, dan kondisi sekitar menjadi syarat tersendiri bagi penulis. Tentu saja, ada banyak cara untuk selalu up date isu. Misalnya dengan membaca buku, majalah, tabloid dan media massa. Terutama headline di media massa yang menunjukkan bahwa berita tersebut sangat penting sehingga perlu dibaca lebih awal.
Dengan sering membaca headline, seorang penulis bisa menyimpulkan ide-ide baru yang ditangkap dari banyak sumber. Seseorang bisa menulis tentang apapun meski bukan ahli dalam bidang tersebut. Seperti kata pepatah, buku adalah jendela dunia. Tapi tanpa dibaca, jendela itu takkan pernah terbuka, maka membaca adalah kuncinya.
Sering melihat berita di televisi dan radio juga merupakan cara untuk selalu up date isu. Apalagi di jaman secanggih ini dimana hampir setiap orang mempunyai gadget canggih yang online 24 jam, sehingga bisa mengikuti perubahan situasi dan kondisi secara kontinu.
Selain membaca, hal-hal ringan seperti mengorol dengan teman atau orang lain juga bisa mejadi sumber inspirasi menulis. Obrolan bisa jadi mempunyai nilai yang tinggi saat dituangkan dalam tulisan. Tentu saja, harus melihat konten pembicaraan tersebut.
Menulis
“Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa—suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang.” (Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara)
Menyimak penuturan sang penulis kelahiran Boston di atas, jelas diketahui bahwa ada nilai kreativitas yang dipertimbangkan dalam sebuah tulisan. Semua jenis tulisan, apalagi yang dinilai langsung oleh masyarakat umum. Dalam hal ini adalah tulisan di media massa.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam menulis. Pertama, menggunakan bahasa yang mudah dipahami khlayak umum. Penggunaan istilah-istilah ilmiah yang sulit dimengerti akan membuat seseorang enggan melanjutkan bacaannya. Kedua, tulisan harus berupa fakta. Artinya, tulisan tersebut tidak mengada-ada dan sesuai dengan lapangan. Ketiga, judul yang menarik. Judul yang menarik bisa didapat dengan pengguanaan kata-kata yang simpel dan menggugah keingintahuan seseorang. Umumya, sebuah judul berita atau artikel dalam media massa tidak menggunakan kata berimbuhan. Misalnya, “Buka Rahasia Bank untuk Pajak”, “Bulog Salurkan Raskin Lebih Awal”, dll.
Selain judul yang menarik, isi juga harus mendukung. Keterkaitan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya, juga antar paragraf, harus sangat diperhatikan dalam sebuah tulisan. Alinea pertama menjelaskan alinea kedua, alinea kedua menjelaskan alinea ketiga, begitu seterusnya shingga tidak menghilangkan ide utama jika tulisan terlalu panjang dan harus dipotong. Metode penulisan ini disebut metode segitiga terbalik. Tulisan kemudian ditutup simpulan menggunakan bahasa yang enak dan tidak menggurui.
Mengirim
Mengirim adalah langkah akhir supaya tulisan sampai di tangan pembaca. Waktu pengiriman merupakan momen penting yang tidak boleh dilalaikan penulis. Tulisan harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang ramai. Selain itu juga harus menyesuaikan redaktur yang dikirimi. Memahami style tulisan media massa adalah salah satu kunci diterimanya tulisan. Misalnya, Kompas menyukai jenis tulisan berbau sejarah, Jawa Pos dengan gaya yang lembut tapi meledak-ledak, dll.
Desain grafis yang sekarang menjadi pemikat utama sebuah media massa juga tidak boleh disepelekan. Media massa seringkali menolak tulisan dengan foto yang terlalu kaku, sehingga foto yang disertakan dalam pengiriman pun harus bernilai jurnalistik. Artinya, gunakan foto yang hidup; tersenyum dan close-up.
“Mengalirlah dalam menulis,” begitu pesan Ida Nur Laila di akhir penyampaiannya.
(Umu Habibah)