Be-songo.or.id

Dr. Rofiq Mahfudz M.Si Bekali Ilmu Politik kepada Santri

Selasa (06/02/2024), Ponpes Darul Falah (Dafa) Besongo mengadakan serangkaian acara Pascalib 2024, salah satunya Seminar Fiqh Siyasah di asrama B13. Diikuti oleh seluruh santri kelas 2 yang terlihat antusias menyambut materi segar dari Dr. Rofiq Mahfudz M.Si bertajuk “Kiat-kiat Santri Menghadapi Geliat Politik”. Dr. Rofiq Mahfudz M.Si. yang biasa disapa Kiai Rofiq mengatakan, tidak ada kawan yang abadi dalam dunia politik, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Siapapun yang terjun ke dunia politik, yang dahulunya teman, bisa menjadi “lawan” dalam dunia politik. Dalam pengertiannya, politik berbeda dengan ilmu politik. Menurut Kiai Rofiq, politik adalah sesuatu untuk menggapai sebuah tujuan (kekuasaan). Kiai Rofiq juga mengajak para santri dan mahasiswa juga untuk tidak golput.

“Dahulu, semasa orde baru, kami mahasiwa, memilih untuk tidak memilih,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Walisongo tersebut.

Pengasuh Ponpes Cendekia Ar-Rois tersebut mengatakan, para santri dan mahasiswa diusahakan harus memilih, karena calon presiden dan wakil presiden adalah poros atau mata tombak Indonesia ke depannya. Beliau juga mengatakan, konsep pemilu adalah suatu cara untuk melakukan perputaran pemimpin. Seorang presiden yang sudah dua periode terpilih, harus digantikan dengan yang lain.

Selain itu juga, terdapat strategi dalam kampanye, salah satunya dengan memasang foto calon legislatif atau presiden dengan foto yang menarik. Misalnya, wajahnya dibuat muda, atau ganteng dan cantik. Di zaman yang serba digital seperti ini, terdapat alat untuk memanipulasi gambar atau visual yaitu dengan kecerdasan artificial intelligence.

“Strategi demikian bisa memikat hati masyarakat, seperti yang pernah terjadi di Sulawesi,” ujar beliau.

Pengasuh Ponpes Ar-Rois Cendekia tersebut menjelaskan, seorang pemimpin itu tidak bisa dinilai hanya dari casing-nya saja. Misalnya, ‘pilihlah pemimpin yang bisa mengimami salat berjamaah’, atau misalnya ‘pemimpin yang bisa Bahasa Inggris’, atau misalnya lagi, pemimpin yang gaul, atau rambutnya putih, dan sebagainya.

“Tidak bisa menilai paslon dari casing-nya saja, setiap paslon punya kelebihan dan kekurangan,” tegas Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah tersebut.

Lalu ada salah seorang santri bertanya, “Bagaimana jika ada seorang ulama, ustaz atau kiai yang memberi fatwa, ‘jika tidak memilih paslon nomor tersebut, maka perlu dipertanyakan keislamannya? Kyai Rois menjawab, itu namanya buzzer. Tidak bisa menilai seorang pemimpin dari sampulnya saja. Menurut saya, mereka (para calon presiden) adalah kader-kader terbaik bangsa, maka cobloslah sesuai pilihan masing-masing.

Kalau dalam studi politik, ada namanya money politics, yaitu politik yang merencanakan sesuatu untuk sesuatu. Things for another things. Dan itu kerap kali terjadi di dalam pelaksanaannya, misalnya ada petugas yang melakukan kecurangan, seperti membolongi kerta suara yang sudah dicoblos dengan kukunya, akibatnya suara pun menjadi gugur.

“Sistem pemilu sekarang, menurut saya, sebaiknya diperbaiki, karena lebih mengarah ke money politics, atau politik transaksional,” ucap penulis buku Begawan Politik tersebut.

Oleh: Sholahuddin