Be-songo.or.id

[Review] Fenomena Media Sosial

Judul Film      : The Social Dilemma

Sutradara       : Jeff Orlowski

Genre             : Dokumenter, drama

Tahun Rilis    : 09 Sept 2020

Rating            : 8.0 menurut IMdb

 

Media sosial sudah bukan hal baru bagi kehidupan manusia. Kemudahanya memeberikan informasi, memudahkan antar manusia berkomunikasi, membuat manusia tak lepas dari genggaman. Terlepas dari hal tersebut, media sosial juga mempunyai banyak hal negative jika kita menggunakanya tidak pada tempatnya.

Dengan memadukan antara dokumenter dan drama,  The Social Dilemma memberikan sebuah pemahaman baru tentang media sosial. Media sosial, yang sangat erat hubunganya dalam kehidupan manusia, yang tujuan awalnya sebagai media informasi malah menjadikan media disinformasi.

Film ini menggambarkan bagaimana perusahaan media sosial mengatur segala hal yang dilakukan manusia. Mereka seolah punya sebuah bentuk biometrik tentang data diri kita. Mereka punya banyak informasi soal kita. Semua video yang kita tonton, komentar-komentar yang pernah kita tinggalkan, semua like dan postingan yang kita lakukan sangat mungkin masih ada dalam database mereka.

Bayangkan dari mulai seseorang bangun tidur hingga beranjak tidur lagi, kehidupan manusia direkam oleh media sosial. Kita seringkali tidak sadar bahwa diluar sana, orang orang harus bertanya untuk mendapatkan privasi kita, para perusahaan media sosial itu dengan mudah mendapatkan segala yang ada dalam diri kita.

The Social dilemma membangun kerangka argumentatifnya pada kumpulan kesaksian para pembelot Silicon Valley seperti Tristan Harris, mantan ahli etika desain di Google, Tim Kendall, Mantan Presiden Pinterest Justin Rosenstein, Mantan Insinyur di Facebook, mantan eksekutif dan akademisi lainnya.

Dengan menggambarkan ketidakamanan dan masalah kesehatan mental yang berkembang di media sosial di antara remaja saat ini melalui kisah Ben dan Isla yang terjalin, Orlowski memanusiakan dampak dari upaya tak henti-hentinya teknologi untuk merekatkan orang ke layar gadget. Tentu, hal ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan mengubahnya menjadi komoditas yang bisa dijual kepada pengiklan.

Perpaduan sempurna antara anekdot testimonial orang dalam dan dramatisasi fiktif ini bermanfaat bagi penonton dengan bergantian antara berteori dan memanusiakan cara kerja kapitalisme pengawasan abad ke-21 dan keterlibatan kausal raksasa media sosial seperti Facebook dan Twitter.

Tanpa disadari, sosial media merubah cara pandang manusia. Dari mulai cara mereka memberi perhatian sampai cara manusia berkomunikasi dengan lingkunganya. Media sosial selalu punya cara menarik perhatian penggunanya untuk terus berada dalam dunia maya. Misalnya karena layar notifikasi, pemberitahuan surel dari orang yang kita kenal, atau mungkin sekedar melihat sajian media sosial. Sulit bagi kita untuk berhenti sejenak jika gawai didekat kita.

Lalu apa yang membuat mereka begitu tertarik dengan manusia? uang, uang, dan uang. Sudah menjadi khalayak umum bahwa, perusahaan media sosial mendapatkan keuntungan dari iklan iklan yang ditayangkan. Investor yang ingin mengiklankan produknya harus membayar kepada pemilik media sosial. Media sosial merupakan media yang sangat cocok menjadi tempat penayangan iklan, sebab disanalah tempat manusia beraktifitas. Ada gula ada semut. Maka semakin banyak komoditi manusia, semakin banyak iklan yang ditayangkan, semakin banyak pula uang yang perusahaan media sosial itu dapatkan.

Menurut pandangan penulis sendiri, film yang tanyang di platform Netflix ini cukup berani karena mengkritik kebiasaan masyarakat remaja sekarang yang seolah tidak peduli pada lingkunganya. Film ini layak ditonton oleh kalangan remaja maupun dewasa. Karena berjenis dokumenter, film ini menampilkan banyak pendapat sehingga terkesan membosankan. Meskipun agak membosankan, film ini layak ditonton karena dapat membuka pikiran agar semakin kritis dan peka terhadap fenomena disekitar kita.

Selain membosankan, kekurangan dari film ini yaitu penyampaian yang monoton dapat membuat penonton lebih cepat mengantuk serta tidak adanya klimaks dan konflik puncak dalam scene dramanya, membuat film ini lebih terlihat seperti seminar daripada sebuah film.

Lebih dari itu, Orlowski mengajak para penonton untuk berpikiran terbuka terhadap hal hal disekeliling kita. Pada dasarnya, media sosial yang diciptakan untuk membantu komunikasi antar manusia, supaya jangan memutus tali persaudaraan dan memnyebabkan perpecahan. Ini juga yang menjadi kelebihan film ini, Penyampaian materi yang detail, dan amanat yang disampaikan tidak bertele tele, membuat film ini cocok ditonton oleh mahasiswa ataupun para santri sebagai agent of change.

Azkiya Tsani Baharsyah, Mahasiswa Aqidah Filsafat Islam 2019 UIN Walisongo Semarang

Artikel ini telah terbit dalam Buletin al-Qalam edisi IX