Berita

PSB

Islam Moderat: Strategi Dakwah Ala Muslim Indonesia

santrigraph_Bmr886gHthd

Sumber : santrigraph_Bmr886gHthd

Oleh: Itsna Tifani Barokatur R*

“Umat Islam harus menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang anti terhadap kekerasan“ (KH. Ahmad Hasyim Muzadi, 1994 – 2017).

Demikianlah, salah satu kutipan Kiai hasyim Muzadi yang memandang bahwa Islam merupakan  agama yang damai, agama yang harus menjadi rahmat bagi seluruh umat di dunia. Sejalan dengan konsepsi bahwasanya Islam rahmatan lil aalamiin adalah Islam yang ajaran dan sikap keberagamannya membawa keberkahan bagi alam semesta, bukan hanya bagi umat Islam saja.

Bertolak pada konsepsi Islam rahmatan lil aalamiin, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam berupaya menerapkan hal tersebut. Bahkan, KH. Abdurrahman Wahid (1940 – 2009) pernah melontarkan sebuah julukan bagi bangsa Indonesia yaitu Negerinya kaum muslim moderat. Julukan tersebut untuk menilai betapa lenturnya Islam Indonesia yang dapat dijadikan kiblat bagi negara Islam yang ada di belahan dunia lain. Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat pasca tumbangnya rezim Soeharto (1921 – 2008), hingga mampu menjadi negara urutan ketiga, setelah India dan Amerika Serikat sebagai negara demokrasi terbesar di dunia (Wahid, 2006, hlm.60). Tentu, hal ini menjadi prestasi tersendiri, pasalnya di kawasan Timur Tengah tidak terdapat satupun negara Islam yang mampu menumbuhkan demokrasi dengan baik.

Mengapa bisa demikian? Beberapa negara Islam bertanya-tanya mengenai strategi yang diterapkan Indonesia hingga mampu menjadi Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Hal tersebut tak lain yakni dengan mengamalkan islam rahmatan lil aalamiin. Dengan kata lain, Islam yang menanamkan paham moderatisme dalam berbagai prinsip, seperti al-tawassuṭ atau al-wasaṭ (moderasi), al-qisṭ (keadilan), al-tawāzun (keseimbangan), al-i‘tidāl (keselarasan/kerukunan), dan semacamnya. Dengan definisi-definisi tersebut, Islam moderat merupakan islam yang toleran, mampu menghargai pendapat hingga keyakinan masing – masing individu. Hal tersebut sebagai bentuk rahmat islam ala Indonesia yang lebih memaknai perdamaian  daripada kekuasaan seperti yang diwacanakan oleh Amerika Serikat.

Namun sayangnya, saat Indonesia sedang jaya dengan muslim moderatnya, datang milenialisme yang bertolak belakang dengan Islam moderat yang ada. Kaum milenial saat ini lebih menyukai sesuatu yang bersifat simpler (lebih mudah), cheaper (lebih murah), accesible (lebih terjangkau), dan faster (lebih cepat). Kesemua sifat-sifat tersebut banyak ditemukan sejak maraknya Internet di sekitar kita yang sangat dimanfaatkan oleh kaum radikal dalam mendakwahkan ajarannya. Maka, diperlukan strategi-strategi khusus untuk lebih mengembangkan Islam moderat agar tidak tergerus zaman dan hancur seperti negara-negara Islam lainnya.

Dampak Internet

Internet hampir mendominasi berbagai sektor pada generasi saat ini. Hampir segala sesuatu yang mereka lakukan menggunakan pemanfaatan internet. Terutama dalam  kegiatan sehari-hari bahkan hingga ke ranah agama. Dalam hal ini adalah dakwah ajaran agama, utamanya ajaran agama Islam yang mulai berceceran di dunia maya. Banyak situs – situs dakwah, ustadz-ustadzah baru yang berdakwah di dunia maya dengan kapabilitas yang kurang mumpuni, atau justru tidak menerapkan konsepsi Islam rahmatan lil aalamiin dan mempengaruhi generasi saat ini. Orang-orang yang merasa tidak sempat memberikan waktunya untuk pergi belajar ilmu agama memilih untuk stay tune di depan internet dengan mendengarkan ceramah dari pendakwah tersebut.

Hal tersebut berdampak pada dijadikannya teknologi informasi seolah-olah sebagai Tuhan. Selain itu, hadir ideologi transnasional yang tidak perlu menggunakan tokoh agama sebagai human resourcenya. Hanya melalui publikasi media online, “perdagangan ideologi” dilakukan hingga menembus jutaan pasang mata generasi muda yang menyaksikannya. Lahapnya generasi saat ini dengan digital hingga menggelapkan mereka akan perbedaan yang tidak mereka sadari.(Republika, 2/3/18)

Antisipasi Paham Non-Moderat

Ada beberapa hal yang perlu ditanamkan untuk mengantisipasi paham-paham yang berkebalikan dengan Islam moderat ala Indonesia, yaitu menentukan setting awal. Setting awal dimaksudkan adalah mengatur mindset atau pola pikir, cara pandang seseorang. Karena mindset mampu mempengaruhi apa saja yang diterima oleh otak, akan diterima atau ditolak. Pada setting awal ini, harus menanamkan jiwa rahmatan lil aalamiin  yang sebenarnya. Mampu menerima perbedaan, mendoktrinnya dengan jiwa moderat yang sesuai dengan ajaran islam.

Selain itu, membuat narasi-narasi yang berisi nilai-nilai moderasi, kebhinekaan, semangat kebangsaan dengan tahapan produksi melalui media online, posting dan re-posting, sharing, dan broadcasting. Tahapan yang lainnya adalah memproduksi jurnalisme visual. Melalui infografis yang powerful dan menarik minat masyarakat yang menyaksikan. Serta video-video yang memperlihatkan keberagaman Indonesia yang moderat dan santun.

Cara-cara tersebutlah yang dijadikan strategi oleh pengelola ujaran kebencian untuk menyebarluaskan kebenciannya. Maka, perlu dilakukan cara tandingan untuk mengantisipasi tersebarnya hatred speech.  Selain itu, sebagai muslim sejati perlu adanya sifat tabbayun agar lebih bijak dalam menyikapi segala hal. Perlunya memilah antara yang baik dan benar untuk dikonsumsi dan kelola baik dalam diri sendiri ataupun untuk orang lain. Dengan cara inilah mempromosikan atau mengenalkan pada generasi saat ini agar mengenal lebih dengan islam moderat sebagai aset ekspresi muslim ala Indonesia.

*Mahasantri Darul Falah Besongo & Mahasiswi Ekonomi Islam UIN Walisongo Semarang