Menulis adalah mengungkapkan pikiran, perasaan, pengalaman, dan hasil bacaan dalam bentuk tulisan, bukan dalam bentuk tutur.
“Jadi, kita itu punya sebuah potensi menulis sejak kecil dan semua orang punya potensi menulis, misal menulis diary atau menulis di status WhatsApp dan Instagram itu juga termasuk menulis. Bahkan, beberapa orang yang sudah terbiasa menulis, hasil dari statusnya tersebut bisa dijadikan buku,” ujar Muhamad Syafiq Yunensa yang juga staf ahli DPRD Provinsi Jawa Tengah.
Hal itu disampaikan dalam acara Pasca Liburan (Pascalib) 2023 di seminar kepenulisan yang bertajuk “Menulis adalah Menggerakkan Perubahan” yang diselenggarakan Pondok Pesantren Darul Falah (Dafa) Besongo Semarang, Senin (06/02/2023).
Kalau kata Pram, ‘Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah’. Banyak yang bilang orang-orang besar itu lahir dari menulis.
Disampaikan, dalam kehidupan modern saat ini, keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Dengan tulisan yang dibuat dapat berbagi ide gagasan, merekam sejarah, menyuarakan pendapat, menyebar manfaat, sarana komunikasi, berkarya untuk bersama, mengungkapkan perasaan atau bahkan karena tuntutan akademik.
“Kadang bagi teman-teman yang sedang jatuh cinta atau sedang mengalami suatu masalah, menulis itu bisa menjadi metode pengobatan,” tuturnya.
Beliau juga memberi tiga tips menulis tanpa ribet, yaitu; tentukan tema dan tujuan kepenulisan, pelajari referensi dari berbagai tulisan yang mirip, mulai tulis dan nikmati proses menulis.
Lanjut beliau, yang terpenting adalah jangan lupa untuk membaca dan belajar dari realitas sosial di sekitar.
“Tips menulis sebenarnya hanya ada dua yaitu membaca buku dan membaca kenyataan disekitar. Dari membaca buku kita bisa tahu bagaimana sistem kepenulisan yang ada di dalam buku tersebut dan ketika membaca realita sekitar bisa membuat tulisan kita lebih hidup,” jelas Syafiq Yunensa yang juga Direktur Penerbit Digdaya Book.
Selain menyampaikan materi tentang kepenulisan dan pengembangan diri, Syafiq Yunensa juga menceritakan pengalamannya di dunia literasi. Salah satunya, pencapaian beliau yang lulus di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo tanpa mengerjakan tugas skripsi dan mengganti tugas tersebut dengan novel karyanya yang best seller berjudul “Catatan sang Brandal”.
Pada akhir materi, Syafiq Yunensa menutup dengan sebuah quotes yang ada di dalam buku karyanya berjudul Mengapa Kita Rajin Berjalan di Tempat?- “Membaca buku adalah caraku mencintaimu. Menulis buku adalah caraku memperjuangkanmu, artinya aku ingin mencintaimu dengan ilmu dan aku ingin memperjuangkanmu dengan karya.”
Oleh : Ida Lailatin (Santriwati Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang dan Mahasiswi UIN Walisongo Semarang)
Editor: Amrina Rosyada