Oleh Dr. KH. Imam Taufiq, M,Ag
Banyak orang menyebut bahwa hidup itu yang penting berkah. Harta, keluarga, pekerjaan, bahkan ilmu yang penting adalah nilai keberkahannya. Secara bahasa, berkah berasal dari kata “barakatun” yang berarti nikmat. Kamus al Munawwir menyebut berkah dengan “an-ni’mah” (kenikmatan), “as-sa’adah” (kebahagiaan), az-ziyadah” (penambahan).
Imam al-Ghazali mengartikannya dengan penambahan kebaikan. Sementara, Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menyebutkan bahwa berkah memiliki dua arti; 1) tumbuh berkembang atau bertambah; 2) kebaikan yang berkesinambungan. Maka, dapat disimpulkan bahwa berkah sebagai segala sesuatu yang banyak dan melimpah, mencakup kebaikan-kebaikan material dan spiritual.
Dalam al-Qur’an, QS. Shad: 29 disebutkan kata berkah. “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu yang penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang berfikir mendapatkan pelajaran”. Hadis Nabi juga berbicara berkah yang kesemuanya mengarah pada makna kebaikan dan pahala. “Berkumpullah kalian di hadapan makanan dan sebutlah nama Allah, maka Allah akan memberikan keberkahan pada kalian di dalamnya.” (HR. Abu Daud). Hadis yang lain, “Penjual dan pembeli itu diberi pilihan selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya jujur dan menjelaskan (kondisi dagangannya), maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Namun bila keduanya menyembunyikan dan berdusta, maka akan dihilangkan keberkahan baginya dan akan memperluasnya. Dan barangsiapa tidak rela, maka tidak akan mendapat keberkahan.” (HR. Ahmad).
Dalam konteks modernitas, berkah itu sejalan dengan makna sinergis, bukan energi, yang ketika dipakai akan habis. Sinergis adalah proses energisasi yang berkelanjutan dan tidak terbatas. Ibarat sinar matahari yang memancarkan cahaya dari reaksi fusi nuklir yang menghasilkan korona dan cahaya dan memancar ke segenap galaksi hingga mencapai planet bumi. Cahaya ini kemudian mengambil tempat pada daun-daun hijau dalam proses fotosintesis. Dari reaksi fotosintesis, menghasil glukosa dan tepung serta gas oksidasi berupa oksigen.
Energi oksigen tumbuhan yang dikeluarkan daun melalui stomata, dibutuhkan untuk pernafasan manusia dan hewan. Sementara energi yang tersimpan dalam pohon berupa buah-buahan dinikmati oleh hewan dan manusia kembali untuk menjaga kekekalan energi protein ke tubuh-tubuh mereka baik berupa beras, buah, atau sayuran.
Inilah makna fotosintesis, sebagaimana dikatakan Quraisy Shihab saat menafsirkan surat Yasin “Alladzii ja’ala lakum minassyajaril akhdori nara” (Allah yang menciptakan kamu dari pohon hijau yang dibakar). Pohon hijau adalah proses fotosintesis. Bayangkan pemeliharaan makhluk yang bekelanjutan hingga akhir Sebuah gambaran keberkahan lahiriah bisa digambarkan pada soal-soal seperti ini. Dalam hal berkah non materi, sesungguh adalah mengalirnya energi kebaikan seseorang. Saat seseorang dzikir kepada Allah, darah dan denyut jantung mengalirkan aura kebaikan, yang berdampak pada kebaikan pribadi seseorang.
Untuk mendapatkan berkah, dilakukanlah tabarrukan atau ngalap berkah, istilah yang khas pesantren, dimana seseorang secara total melaksanakan dan mengamalkan tradisi model pesantren. Dalam hal mencari ilmu, relasi murid-guru, bukanlah hubungan penjual dan pembeli. Akan tetapi, relasi spiritual, dimana seorang murid hanya akan dapat ilmu dan manfaatnya karena pengormatan dan pemuliaan terhadap guru. Paling tidak, ada 4 adab utama dalam mencari ilmu. 1) menyucikan hati dari segala khilaf dan pelanggaran-pelanggaran yang dimurkai Allah. Imam Nawawi dalam mukaddimhn Syarh Al-Muhadzdzab berkata: “Seyogyanya bagi seorang penuntut ilmu menyucikan hatinya dari kotoran-kotoran sehingga ia layak menerima ilmu, menghafal, dan memanfaatkannya.” 2) Ikhlas karena Allah di dalam mencari ilmu. Seorang murid-santri mesti menanggalkan kebanggaan nasab, kedudukan, dan harta yang ia miliki. Semua dilakukan demi total meraih ilmu lewat para guru dan ulama dengan penuh keihlasan kepada Allah 3). Mengambil manfaat di mana saja berada. Seorang santri-murid harus jeli melihat, mengamati, dan meraih manfaat dari tiap jengkal langkah hidupnya. 4) Bersikap sederhana dalam mengonsumsi makanan dan minuman.
Barangkali, hal ini sejalan dengan konsep ta’dib (meminjam istilah Muhammad Naquib al-Attas). Belajar yang berkah adalah proses pengadaban manusia. Sebagaimana hadis Nabi “Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku”. Ta’dib, proses meresapkan dan menanamkan adab dan akhlak al-karimah pada murid atau santri.
Pengalaman keseharian dan interaksi santri-kiyai dan lingkungan secara santun dan beradab, yang dilakukan dalam lingkungan pesantren, akan mengantarkan mendapatkan sosok santri yang berbudaya dan berakhlak yang mulia.
Banyak orang yang berilmu, pintar dan pandai tetapi ilmunya tidak banyak bermanfaat buat orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, banyak orang yang sebenarnya tidak pintar-pintar amat tetapi justru ilmunya bermanfaat banyak baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
Menuntut ilmu harus berani hidup prihatin, hidup susah, bersakit-sakit terlebih dahulu. Sedangkan di pesantren selain diajarkan untuk belajar yang tekun, juga dianjurkan untuk menjalankan laku tirakat (jalan mendekatkan diri kepada Tuhan) dengan memperbanyak amalan-amalan sunah seperti puasa, sholat malam, dzikir, mengurangi waktu tidur dan sebagainya. Inilah proses fotosintesis keberkahan ilmu-ilmu pesantren yang penuh dengan keberkahan.[] Wallahu A’lam.