Besongo.or.id – Divisi Pendidikan masa khidmat 2019/2020 pondok pesantren Darul Falah Besongo Semarang meluncurkan buku referensi sebagai panduan sorogan kitab Al-Ghoyatu Wa Taqrib karya Imam Abi Syuja’ untuk para santri di Ponpes Darul Falah Besongo. Disaksikan oleh semua pengurus Divisi Pendidikan dan ketua Pondok, peluncuran tersebut dilakukan di Kediaman pengasuh pondok Prof. Dr. KH Imam Taufiq, M.Ag. pada Senin, (10/03/2020).
Muhammad Aulia Rizal Firmansyah selaku koordinator divisi pendidikan mengatakan bahwa hadirnya buku tersebut dimaksudkan sebagai panduan untuk program sorogan yang diagendakan di pondok. “Adanya buku tersebut sebagai bentuk panduan dalam sorogan yang dilaksanakan oleh santri Besongo, khususnya kelas 1 pada waktu sore hari kepada masing masing tutor,” ujarnya.
Buku sorogan tersebut ditulis oleh segenap pengurus pendidikan dan juga bantuan dari beberapa santri yang mumpuni dibidang nahwu dan shorof.
“Buku sorogan ini ditulis oleh semua pengurus pendidikan pondok pesantren Darul Falah Besongo yang berjumlah 7 orang dan ditambah 2 orang santri yang mumpuni dibidang nahwu dan shorof. Kemudian ditashih oleh Ustadz Faruq selaku Ustadz pondok, lalu kami cetak untuk memudahkan para santri dalam melaksanakan kegiatan sorogan. Harapannya semoga buku ini bisa bermanfaat dan menjadi panduan dalam agenda tersebut,” jelas santri alumni Madrasah TBS Kudus tersebut.
Peluncuran buku yang dipelopori oleh pengurus divisi pendidikan itu diapresiasi tinggi oleh Pengasuh. Karena telah membuat inovasi dan mempersiapkan referensi yang mudah untuk digunakan dalam rangka memahamkan karya Abi Syuja’. “Hadirnya kitab sorogan ini, menjadi salah satu inovasi dan referensi baru untuk santri, khususnya santri Besongo dalam mempelajari kitab karya Abi Syuja,” tegas Abah Imam Taufiq.
Kemudian pengasuh juga beranggapan bahwa penyusunan buku-buku seperti ini memang penting untuk lebih mudah memahamkan karya-karya Salafus Shalih agar lebih dikenal masyarakat sehingga bisa langsung diaplikasikan dalam kehidupan.
“Karena kondisi sosial mualif (pengarang kitab) zaman dahulu itu berbeda sekali dengan konteks keindonesiaan, konteks Ngaliyan, dan konteks santri. Belum lagi materi dan maddah (pembacaan mendalam) yang dibawa dari kitab-kitab itu tentu kultur dan siyaq (signifikansi konteks) nya berbeda, maka untuk memahami itu perlu modifikasi atau penyederhanaan. Melihat dari hal tersebut, karya ini patut kita banggakan sebagai bagian dari keinginan agar kita bisa memahami makna aslinya, untuk kita fahami dalam makna yang lebih kontekstual sesuai dengan keIndonesiaannya,” jelas Guru Besar Tafsir UIN Walisongo.
Imam Taufiq juga berpesan bahwa karya seperti ini agar tidak dibiarkan begitu saja tetapi harus dijadikan sebagai metode atau thariqoh (cara) dalam mengkaji kitab – kitab Salafus Shalih. kemudian ia juga mengharapkan divisi pendidikan ini agar tidak hanya membuat buku modul referensi kitab ini saja.
“Saya pikir divisi pendidikan akan lebih kreatif lagi untuk mengkaji kira – kira selain kitab Taqrib ini mungkin ada kitab lain lagi yang bisa dibuat. Seperti kitab Bidayatul Hidayah itu kan tebal, mungkin itu bisa dibuat mulakhos atau ringkasannya agar bisa lebih mudah difahami dengan membaca poin-poinnya saja,” ujar Sekretaris Pengurus Wilayah Ikatan Persatuan Haji Indonesia (PW IPHI) Jawa Tengah.
Reporter: Rifky Priatna
Editor: M. Aulia Rizal Firmansyah