Oleh : Prof. Dr. KH. Imam Taufiq, M. Ag*
Beberapa orang sering berucap bahkan berdoa agar senantiasa diberi keberkahan. Segala aspek kehidupan, seperti ilmu, harta, jabatan, keluarga maupun lainnya terasa lebih bermakna ketika semuanya menjadi berkah. Ada beberapa arti dasar yang terkandung dari kata ‘berkah’, diantaranya az-ziyadah (tambahan/nilai tambah), as-saadah (kebahagiaan), ad-dua (doa), al-baqa’ (keabadian), al-manfaah (manfaat), at-tahdits (pensucian atau sesuatu yang suci).
Imam Roghib Al-Ashfihani memberi pengertian berkah dengan menyebutkan kata tsubutul khairillah li syai, yang berarti kebaikan Allah yang ditetapkan di dalam sesuatu. Allah menetapkan kebaikan pada sesuatu yang telah ditentukan. Jadi, makna sesungguhnya berkah ialah sesuatu yang hanya dimiliki Allah dan tidak bisa didapatkan dari siapapun kecuali dari Allah.
Seseorang yang tidak memiliki apa-apa, ketika Allah memberikan sesuatu berupa keberkahan, bisa jadi dia menjadi orang mulia pada sebab apa-apa yang telah ditetapkan kepadanya. Begitu juga dengan orang yang memiliki ilmu. Ilmu tersebut akan menjadi berkah, manfaat, tambah baik jika Allah memberinya keberkahan. Semua orang bisa mendapatkan rizki. Tetapi, hanya orang tertentu lah yang bisa mendapatkan rizki berkah jika Allah mengikutsertakan keberkahan di dalam hartanya itu. Dengan demikian, berkah adalah suatu penambahan kualitas yang hanya dimiliki oleh Allah dan tidak pernah bisa dipastikan kapan datangnya dan kapan berakhirnya. Karena sesungguhnya berkah adalah bertambahnya kebaikan atau disebut juga nikmat kebadaian.
Dalam kitab Tafsir Fathul Qadir karya Imam Asy-Syaukani disebutkan bahwa berkah itu datangnya tidak diketahui kapan dan juga keabadiannya tidak bisa diprediksi. Jika ada pertanyaan mengenai pelaku/subjek dari objek berkah, maka sudah dipastikan jawabannya adalah Allah SWT sang Maha Pemberi Sesuatu. Allah yang menjadikan sesuatu menjadi berkah. Banyak ayat Al-qur’an yang membicarakan tentang keberkahan. Bahkan, ada tempat yang diberkahi Allah seperti halnya kota Makkah dan Baitul Maqdis. Ada juga waktu yang diberkahi Allah, seperti waktu malam. Segalanya adalah milik Allah dan hanya Allah-lah yang memberikannya.
Oleh karena itu, sudah saatnya sebagai mukmin agar memantapkan dan meneguhkan kembali komitmen, niat, iman dan keikhlasan untuk memohon berkah dan menggapai keberkahan. Tidak ada alasan lain kecuali untuk kembali kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Namun demikian, hal paling utama yang harus dilakukan adalah memenuhi segala keinginan Allah. Jika kita meminta sesuatu kepada Allah, maka segala sesuatu yang Allah inginkan harus dipenuhi, mencintai seluruh yang dicintai Allah dan menjauhi seluruh yang dibenci Allah.
Dalam sebuah doa dijelaskan bahwasannya Nabi Muhammad SAW yang notabene merupakan Nabi mulia dan terjamin tidak melakukan doa saja memohon kepada Allah agar hidupnya dilimpahi keberkahan. Melihat realita tersebut, sudah sangat jelas betapa pentingnya sebuah keberkahan dalam melengkapi segala nikmat Allah. Surat Al-Baqoroh ayat 186 menjelaskan dengan arti “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka memperoleh petunjuk.” Konteks ayat tersebut menjelaskan bahwasannya Allah SWT membuka pintu lebar bagi siapa saja yang meminta kepada-Nya dengan catatan hamba tersebut memenuhi segala kewajiban dan beriman kepada Allah hingga kelak termasuk golongan orang yang dikaruniai irsyad (petunjuk).
*Pengasuh Ponpes Darul Falah Besongo dan Wakil Rektor II UIN Walisongo Semarang
#Dinarasikan oleh Fauziyatul Hasanah dari rekaman beliau saat khotbah jumu’ah pada tanggal 25/1/19 di Masjid Al Ikhlas Perumahan BPI Ngaliyan