Be-songo.or.id-Semarang, Latar belakang diciptakannya internet untuk menghubungkan satu sama lain dan sebagai gudang informasi yang objektif, namun kenyataannya seringkali terjadi sebaliknya; masyarakat lebih cenderung nyaman pada ruang gema sendiri sehingga informasi yang kaya di internet sulit untuk divalidasi.
Hal tersebut kemudian disampaikan oleh Ustadz Misbah Khoiruddin Zuhri pada sesi kelima Taaruf Orientasi Santri (TOS) di Pondok Pesantren Darul Falah (Dafa) Besongo Semarang, bertajuk “Bijak Bermedsos” pada Jum’at, (13/08/2021).
Pada tahun 90-an media masa hanya terbatas satu arah yang menjual media besar. Sedangkan memasuki tahun 2000-an media sudah memiliki 2 arah yakni siapapun dapat menjual dan mengembangkannya.
Seiring perkembangan zaman banyak terjadi perubahan misalnya otoritas keagamaan. Dahulu, akses sebuah ilmu keagamaan terbatas pada buku, kitab, dan media cetak lainnya. Sedangkan pada zaman sekarang kita bisa mengaksesnya lewat web, youtube, dan media sosial lain.
“Sumber otoritas keagamannya berbeda maka pemahaman agamanya pun berbeda,” terang Ustadz Misbah.
Perubahan dalam ilmu pengetahuan juga dapat berasal dari sumber rujukan. Kini, masyarakat dengan mudah meniru tokoh publik. Apa yang menjadi rujukannya juga menjadi ekspresi agama yang berbeda. Tentunya dalam hal ini masyarakat harus benar-benar pandai mengolah data.
Mengingat pada era saat ini, kita juga tengah dihadapkan dengan masyarakat komunal yang hidup berkerumun dalam lingkungan sentral. Pada saat ini kita telah memasuki zaman 5.0 bukan lagi 4.0 dimana keterkaitan antara sistem komunal dan berkerumun ini lama-kelamaan akan sirna.
“Kita adalah masyarakat komunal yang hidup berkerumun,” tutur Ustadz Misbah.
Ustadz Misbah juga mendiskusikan kepada audiens terkait berita-berita yang sempat viral. Beliau juga memberikan ruang kepada santri baru untuk menyampaikan argumentasinya soal hoax dan pertanyaan validasi jejak di ruang publik.
“Di ruang digital kita perlu mengidentifikasi kevalidan data, menyimpan identitas diri dengan sebaik-baiknya,” tuturnya lagi.
Kita juga harus siap menyeimbangkan perubahan dengan terus belajar agar tidak tertinggal, beliau juga menjelaskannya dalam perubahan yang terjadi di dunia pesantren.
“Kita mencontohkan pada perkembangan literasi pesantren salaf dan modern. Salaf dengan kecakapannya menganalisis kitab sedangkan modern yang cenderung cakap bahasa dan kepercayaan diri,” tutup Ustadz Dafa tersebut.
Reporter : Said Ahmad
Editor : Ati Auliyaur R