Be-songo.or.id

Nyai Nur Rofiah Ungkap Tafsir Adil Gender untuk Bangun Keluarga Maslahah

dari kiri: Nyai Hj Nur Rofiah; Nyai Hj Umi Arikhah

Dosen Pascasarjana Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (IPTIQ) Jakarta, Hj Nur Rofiah, menjelaskan tafsir adil gender dalam Al-Quran dari perspektif kacamata keadilan hakiki perempuan.

Nyai Rofiah mengatakan bahwa menciptakan dan menjaga kemaslahatan di dalam juga di luar rumah adalah tanggung jawab bersama. Baik itu suami mau pun istri. Bukan dikotak-kotakkan bahwa pekerjaan domestik adalah tanggung jawab istri, dan sebaliknya pekerjaan luar rumah adalah tanggung jawab suami.

“Karena Al-Quran adalah Firman Allah yang Shalih li Kulli Zaman wa Makan tidak mungkin Al-Quran salah. Namun yang berpotensi salah adalah cara kita menafsirinya,” tuturnya kepada santri Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang.

Oleh karena itu, dalam acara Bincang Santai bertajuk Islam dan Keadilan Gender pada Ahad (07/08), Doktor jebolan Universitas Ankara Turki itu menjelaskan, Agar Al-Quran selalu relevan dan bermanfaat maka harus ada pembaruan cara pandang. Salah satunya menggunakan lensa  pengalaman biologis dan sosial khas perempuan dalam menentukan sesuatu, termasuk tafsir Al-Quran.

“Pengalaman biologis perempuan itu seperti menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, dan nifas. Dan jangan berlaku tidak adil hanya karena dia perempuan. Dengan stigmatisasi, subordinasi dan pemberian beban ganda terhadap perempuan,” ungkapnya.

 

Tafsir Keadilan Hakiki Perempuan

Mengutip Surat An-Nisa ayat 34, Nyai Rofiah menjelaskan, bahwa ayat tersebut menekankan tentang tanggung jawab suami terhadap istrinya. Bukan kedudukan otoritas suami terhadap istrinya yang harus selalu dituruti.

“Di sinilah pentingnya perspektif yang adil gender dalam menafsiri Al-Quran. Karena ayat yang sama dapat memberikan pemahaman yang berbeda,”

Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 223, Founder Lingkar Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI) itu juga menjelaskan, bahwa yang dimaksud mendatangi istrimu di sana adalah dengan cara yang ma’ruf.

“Dan dalam konteks ini suami harus memastikan ladangnya memiliki air yang tercukup dan merawatnya. Bukan dengan memaksanya sesuai kehendak suami. Karena cara suami dalam memperlakukan istri itu mempengaruhi kadar ketakwaannya” jelasnya.

Maka, apabila kita telah memakai perspektif perempuan dalam menafsiri sesuatu. Akan lahir tafsir yang mendorong untuk berbuat baik. Bukan tafsir yang melegitimasi kekerasan dan keburukan.

Turut hadir juga dalam acara tersebut, Nyai Hj Arikhah, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang. Ketika memberikan pengantar beliau mengatakan bahwa normatifitas agama, keyakinan dan fakta dalam keadilan gender adalah sesuatu yang perlu dikaji ulang.

Acara tersebut dihelat di Madin Perumahan Bank Niaga, juga ditayangkan secara langsung melalui kanal Youtube pp. dafa besongo

 

Reporter: Imam Mawardi