Be-songo.or.id – Lutfi Rahman kembali menjadi pemateri pada kajian fiqih aulawiyah yang merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan pascalib yang diadakan oleh Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang. Acara ini berlangsung pada hari Jumat (05/07/2021) di asrama B13 dan diikuti oleh santri angkatan 2017 baik secara offline maupun online.
Sebelum membahas materi lebih lanjut, pemateri mengajak peserta memahami terlebih dahulu apa itu fiqih baik secara etimologis maupun secara terminologis. Juga dijelaskan bahwa antara fiqh dan syariat merupakan sesuatu hal yang berbeda. Sekaligus membantah tuduhan orang-orang barat yang mengartikan bahwa fiqih itu syariat. Syariat adalah ajaran yang wahyunya turun dari Alllah swt kemudian saat sampai kepada manusia dibagi-bagi, ada yang mengenai keilmua fiqih, akhlaq, tasawuf, dan lain sebagainya. Sedangkan fiqih merupakan pemahaman mendasar terkait dengan syariat yang hubungannya dengan hukum. Atau dikenal dengan a Made-man-low(s) “Hukum buatan manusia”. Artinya dari ajaran wahyu tuhan yang sangat global kemudian ditafsirkan oleh manusia sehingga menjadi hukum yang bersifat tafshil (tidak semua memiliki warna yang sama) contohnya seperti fatwa di setiap daerah yang berbeda.
Pemahaman mengenai fiqih aulawiyah penting karena adanya hirarki atau level dalam amal, keimanan, dan mashlahah. Sebelum istilah fiqih aulawiyah ada istilah fiqih muwazanah (fiqih pertimbangan) dipertimbangkan mana yang mashlahah, mana yang lebih penting serta mana yang aam dan mana yang khos.
Sebagai contoh, Lutfi rahman sedikit menukil tentang sejarah perubahan penggantian sila pertama pancasila yang semula menjalankan syariat-syariat islam diganti menjadi ketuhanan yang maha esa karena di Indonesia agamanya beragam bukan hanya islam. Ini menunjukkan bahwa pemahaman fiqih aulawiyah merupakan salah salah satu karakteristik pemahaman moderasi bergama.
Dari fiqih pertimbangan tadi akhirnya muncul fiqih prioritas yang mengharuskan kita untuk mendahulukan dharuriyyat (primer) atas hajjiyyat (sekunder), apalagi terhadap tahsiniyyah (sekunder) dan mendahulukan hajjiyyat atas tahsiniyyah/kamaliyyat.
Dalam pemaparannya banyak sekali materi yang disampaikan oleh Lutfi rahman diantaranya pertimbangan antara kerusakan dan madharat, memprioritaskan persoalan ushul dari persoalan furu, memprioritaskan amalan fardhu dari amalan sunnah dan nafilah, memprioritaskan amalan terkait hak dengan manusia dari amalan terkait hak dengan Allah swt.
“Berfikir dengan paradigma fiqih aulawiyah berarti berfikir dengan cara fleksibel , berfikir dengan cara yang tidak kaku, berfikir dengan cara yang humanis dalam memahami syariat agama islam dan ini harus dimliki oleh para santri”. Tutur Lutfi rahman sekaligus pesan kepada para santri di penghujung acara.
–
–
–
Reporter : Nurul Muttaqin
Editor : Azkiya Tsany