Disampaikan oleh H. Najhan Musyafak (Ketua Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme
Jateng)
Pesantren bukan menjadi ladang gerakan radikal dan teroris, globalisasi sebagai salah satu akar persoalan karena aliran-aliran keras bebas masuk ke Indonesia karena tidak ada batasnya.
Indonesia adalah Negara dengan keberagaman budaya, bahasa, etnik, tradisi, dan agama. Meskipun banyak premis yang berbeda di Indonesia namun tetaplah sama “Bhineka Tunggal Ika”. Selain itu Indonesia terkenal dengan sebutan Gemah Ripah Loh jinawi, bangsa dengan kekayaan alamnya dan kedamaian bangsanya.
Keberagaman yang ada di Indonesia termasuk macam-macam keyakinan yang ada di Indonesia, salah satunya adalah Agama Islam yang menjadi agama mayoritas dari kebanyakan masyarakat. Secarahistoris, masuknya Islam ke Indonesia ditempuh dengan jalan damai melalui cara infiltrasi dana kulturasi budaya yang dilakukan oleh para ulama dengan metode nirkekerasan.
Infitrasi dan akulturasi yang dilakukan oleh para wali terbukti dengan cagar budaya yang ada di Kudus contohnya, Menara Kudus, bangunan yang menjadi bukti bahwa Sunan Kudus mengunakan pendekatan pada masyarakat dengan jalan mengakulturasikan budaya Hindu-Budha dengan ajaran-ajaran Islam. Bagunan yang menyerupai bangunan Hindu Buda difungsikan sebagai tempat beribadah.
Globalization
Saat ini banyak aanggapan bahwa Pesantren adalah sarang dari gerakan radikal dan teroris. Secara tidak langsung Islam pun dikatakan serupa karena Islam yang ada di Indonesia sangat erat kaitannya dengan pendidikan yang ada di pesantren. Anggapan-angapan seperti itu membuat semua menjadi berbalik. “Zaman dulu orang kafir di imankan para Wali. Sekarang yang iman malah dikafirkan.” Jelas Najhan Musyafak.
Globalisasi dikatakan sebagai akar masuknya atau merebaknya aliran-aliran garis keras yang ada di Indonesia. Anggapan itu terjadi karena era Globalisasi adalah era dimana pengaruh politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Idiologi, Teknologi dan Informasi. Globalisasi seolah menghilangkan batas-batas kebudayaan dll. Termasuk aliran-aliran garis keras yang terus saja masuk meracuni banyak orang dan sukar untuk dibendung.
Salah satu pengaruh Globalisasi yang sekarang terjadi di Pesantren yakni hilangnya satir antara santri putra dengan santri putri. Sebenarnya semua itu tidak seutuhnya berdampak negatif seperti adanya pergeseran Nasionalisme, lunturnya identitas diri, kesenjangan social, dan individualisme. Era Globalisasi juga mempunyai dampak yang positif yakni demokrasi, open minded, etos kerja progresif dan disiplin.
Walaupun begitu, dengan adanya era globalisasi ini tidak serta merta menghilangkan budaya pesantren karena pesantren adalah ciri khas yang tidak bisa dihilangkan. Terpengaruh dengan Globalisasi pastinya iya, tapi dikontekkan dengan kedisiplinan santri ketika beribadah. Sebut saja bahwa dampak positif dari globalisasi seperti yang dikatakan di atas adalah sebuah bentuk kedisiplinan. Itulah bentuk disiplinnya santri yang gemar berpuasa.
GerakanRadikalisme
Radikalisme Implementasi faham dan nilai ajaran agama dengan cara yang radikal, keras fanatik, dan ekstrim. Radikalisme keberagamaan tidak selalu ditandai dengana kekerasan yang bersifat anarkis atau teroris. Radikal disini artinya doktrin atau praktek penganut paham radikal atau paham ekstrim. Radikal berasal dari bahasa Latin “radix” yang artinya akar, dan dalam bahasa Inggris kata radical dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan fundamental.
Gerakan Radikal Islam di Indonesia berkembang sejak era reformasi dengan berkembangnya berbagai organisasi keagamaan yang berorientasi politik, seperti HizbutThrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Komite PersiapanPenegakan Islam (KPPSI), Laskar jihad, Jamaah Islam Ahlusunnah Waljamaah, Forum UlamaUmat Islam Indonesia danMajelis Mujahid Indonesai (MMI).
Radikalisme memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan sikap ketidakpuasan seseorang atau kelompok terhadap keberadaan status quo dan tuntutan terhadap sesuatu yang telah mapan untuk melakukan perubahan secara mendasar terhadap persoalan tertentu. Karakteristik paham radikal itu cenderung menafsirkan teks-teks kitab suci secara rigid (kaku) dan literalis (tekstual). Cenderung memonopoli kebenaran atas tafsir kitab suci/agama, dan bahkan mengangap penafsir kitab atau kelompok lain yang tidak sealiran adalah sesat dan halal untuk dimusuhi. Memiliki pandangan yang apreori terhadap idiologi dan budaya barat. Dalaim kaitan ini dunia barat dipandang sebagai musuh bebuyutan, imperialis yang selalu mengancam akidah dan eksistensi untuk Islam. Menyatakan perang terhadap paham dan tindakan sekuler. Cenderung dan tidak segan-segan menggunakan cara-cara kekerasan dalam memperjuangkan nilai-nilai yang diyakininya, khususnya dalam berhadapan dengan modernitas dan sekularitas yang dinilainya menyimpang dan merusak keimanan.
Tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat diantaranya. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan, proses sosialisai yang tidak sempurna, proses belajar yang menyimpang, upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, Ikatan sosial yang berlainan.
Di Indonesia sendiri sudah mengalami serangan terorisme dimana sudah meregut korban banyak, buakan hanya korban jiwa akan tetapi juga korba nmateri dimana masyarakat mengalami kerugian akibat tindakan terorisme tersebut. Selain itu terorisme juga membuat kegaduhan yang berdampak pada kecemasn dan ketakutan yang dialami masyarakat.
Jika banyak anggapan bahwa Radikalisme itu di Pesantren, itu sebuah anggapan yang ngawur. Pasalnya, pesantern itu memiliki latar belakang pengetahuan agama dan paham keagamaan para pemimpin pesantren. Selain itu system pendidikan, kualitas tenaga pengajar, bahan ajar, kurikulum tersembunyi dan litreratur pesantren. Lingkungan sosal yang ada di pesantren, jaringan sosial dan politik unsur pesantren (pimpinan, ustadz, dan santri), dan pengalaman perjuangan kehidupan social dan politik pimpinan pesantren.
(Not.Riska)