Be-songo.or.id

PESANTREN PUSAT PERDAMAIAN, BUKAN SARANG RADIKAL; Halaqah Pesantren Gawang Perdamaian Bangsa dan Dunia

NGALIYAN – Saat ini, Indonesia sedang berada di tengah isu gerakan radikal yang mengatasnamakan agama Islam khususnya pesantren. Untuk mengatasi stigma negatif sebagian masyarakat terhadap pesantren, Pesantren Darul Falah Be-Songo Semarang menyelenggarakan halaqah “Pesantren Gawang Perdamaian Bangsa dan Dunia”. Halaqah yang diamanahkan Kementrian Agama kepada ponpes Dafa Be-Songo ini berlangsung sejak hari Jum’at-Sabtu, 19-20 September 2016.

Puluhan hadirin yang terdiri dari delegasi berbagai pesantren se-Jawa Tengah, ketua PWNU Jateng, ketua IPNU, PW, IPC, PMII, dan Lembaga Kemasyarakatan serta warga sekitar pesantren tampak antusias mengikuti serangkaian rundown acara.

Dibantu oleh panitia dan para asatidz Be-Songo, kegiatan yang berbau tradisi pesantren ini menghadirkan narasumber besar yang cakap tentang perdamaian. Diantaranya adalah pengasuh ponpes Dar al-Tauhid Cirebon KH Husein Muhammad, Ketua Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme Jateng H. Najahan Musyaffa’, pengasuh ponpes Darul Falah Kudus KH. Ahmad Badawi Basyir, dan Ketua Syuriyah PWNU Jateng KH. Ubaidillah Shodaqoh.

Tema perdamaian pada halaqah kali ini muncul dari kondisi riil masyarakat Indonesia mengenai kekerasan yang menyampingkan Islam terutama pesantren. Hal ini menyebabkan masyarakat berpandangan buruk terhadap pesantren yang tersebar luas di Indonesia. Padahal, justru munculnya pesantren yang menjadi awal pendidikan formal itu ada. Demikian yang dikatakan Ahmad Maftuh selaku ketua panitia ketika ditemui tim media usai acara.

“Kebetulan Abah KH. Imam Taufiq, pengasuh ponpes Dafa Be-Songo aktif di bidang perdamaian. Beliau sudah menerbitkan buku berjudul Al Qur’an Bukan Kitab Teror yang berisi tentang perdamaian. Jadi, tema halaqah dan karya abah balance”, tambahnya.

Beliau berharap semoga halaqah ini dapat menjadi wahana komunikasi antar pesantren. Sehingga forum sederhana ini menjadi sangat bermanfaat bagi pengembangan masyarakat, santri dan khususnya pesantren.

Merujuk ke peserta, salah satu delegasi putri dari PW IPPNU Jateng mengaku halaqah pesantren tersebut merupakan hal positif yang menjadi pengalaman pertamanya. Dengan dipertemukan teman baru dari berbagai pesantren kemudian disuguhi suatu masalah untuk dipecahkan bersama, menjadikannya semakin antusias mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.

“Semoga semua peserta yang hadir menjadi individu yang santri. Pesantren ini juga bisa dijadikan contoh supaya tidak hanya mengaji kitab, tetapi juga dapat belajar lifeskill agar lebih tahu”, ungkap pengagum KH Ahmad Badawi Basyir saat mengisi materi Implementasi Budaya Damai Pesantren dalam Kehidupan Berbangsa.

 (Aisya/red)