Ramadhan (رمضان) berasal dari tiga huruf asli, yaitu ra, mim, dhad. Ramidha-yarmadhu–ramadhan-ramdha yang berarti sangat panas atau membakar. Orang-orang yang berpuasa dibakar seluruh dosa dan kesalahannya. Segala amal perbuatan jelek disempitkan peluangnya, amal-amal baik bertebaran selama orang tersebut mau memetiknya. Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan tidak hanya dihapuskan dosa-dosanya, namun juga dilimpahkan peluang amal-amal baiknya.
Pada tanggal 17 Ramadhan lalu diperingati sebagai Nuzulul Qur’an. Siapa sangka, malam tersebut juga termasuk waktu Lailatul Qadar. Ada pendapat yang mengatakan, malam pertama kali diturunkannya Al-Qur’an bertepatan dengan Lailatul Qadar (Mabahits fi Ulum al-Qur’an, h. 96). Jadi malam Lailatul Qadar tidak harus turun di sepuluh malam terakhir. Bisa pada malam 17 Ramadhan. Namun, pendapat yang lebih masyhur adalah pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Karena saat ini merupakan hari-hari terakhir bulan Ramadhan, kita harus lebih sungguh-sungguh menambah intensitas ibadah kita. Dengan berniat mencari ridhanya Allah, kita membuka Al-Qur’an dan membaca serta memahami maknanya (nderes), mengisi dengan tolabul ilmi, mengkaji kitab dan sejenisnya. Hal itu dinilai sebagai ibadah yang dicintai Allah.
Merupakan kebiasaan Rasulullah SAW, yaitu membangunkan keluarganya di 10 malam terakhir Ramadhan untuk melaksanakan Qiyamul Lail, dan dalam hadis yang lain, Rasulullah mengencangkan sarungnya dan sungguh-sungguh pada malam-malam akhir bulan Ramadhan. Artinya kita juga harus meneladani Sang Nabi. “Sesuatu yang istimewa” akan segera berakhir dan berpulang, mari kita benahi lagi semangat kita. Dalam Bulan Ramadhan adalah waktu yang paling pas untuk kita berintrospeksi, bermuhasabah, serta menghitung-hitung apa saja kekurangan yang selama ini kita peroleh sehingga kita terlahir kembali di “hari yang fitri” sebersih mungkin.
Ramadhan merupakan waktu kita untuk introspeksi diri, ibarat mesin yang sudah dipakai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, ketika memasuki bulan Ramadhan sudah semestinya mengalami perbaikan. Ketika di bulan-bulan biasa kita berbuat baik kepada sesama hanya setengah hati, sedekah masih jarang dilakukan, namun di momentum bulan Ramadhan ini harus kita jadikan cermin muhasabah untuk meningkatkan kualitas ibadah, menimbang secara nyata apa saja kesalahan-kesalahan di tahun sebelumnya. Selama setahun penuh kita terbiasa berkata kasar tidak mampu menggunakan lidah sebagaimana mestinya dan haknya, maka di bulan ini mari kita ubah untuk meningkatkan perkataan yang hak dan meninggalkan perkataan yang batil. Mungkin, tak segampang itu dalam meniti jalan menuju kepada Tuhan. Akan tetapi, jika tuhan berkenan apapun dapat terjadi dan terwujud. Asal, dengan syarat keinginan dan niat yang kita miliki sudah terpatri pada diri kita. Maka dari itu marilah kita kembali berbenah setelah selama setahun penuh kita menjadi seorang hamba yang bobrok dengan segala kemaksiatan yang kita lakukan serta hati yang gelap karena jauh dari polesan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Pada kesempatan ini mari kita niatkan untuk bersungguh-sungguh mendapat cinta-Nya, yakni cinta dari Tuhan semesta alam. Mengambil kembali “intan suci-Nya” berupa serpihan-serpihan Rahmat-Nya yang sudah lama terkubur oleh perilaku buruk kita. Meskipun kita harus bertatih-tatih untuk meraihnya, Tuhan akan selalu menolong hambanya yang bersungguh-sungguh dalam mencari jalan kebenaran. Salah satu cara untuk mendapatkan intan yang berharga itu bisa kita cari dicari di bulan Ramadhan dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an.
Mencintai Al-Qur’an
Salah satu upaya kita untuk mencintai Al-Qur’an adalah dengan membacanya. Mengutip hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radiyallahu Anhuma, beliau mengatakan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المرسلة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril ‘Alaihissalam menemuinya, dan adalah Jibril ‘Alaihis Salam mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril ‘Alaihis Salam mengajarkan Al Qur’an. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih lembut daripada angin yang berhembus.” (H.R. Bukhari, Kitab Bad’ul Wahyi, no. 5).
Hal yang perlu digaris bawahi adalah kebiasaan Rasulullah yaitu mudarasatul Qu’ran atau yang biasa kita lakukan nderes. Tetapi sebagian maknanya bergeser dari mengkaji menuju membaca. Memang ada proses yang perlu dilalui untuk mengkaji yaitu membacanya. Apakah dengan membacanya cukup, tanpa memahami isi kandungannya? Apakah dengan membacanya saja sudah mendapat pahala?
Secara bahasa tilawah atau yang biasa kita artikan terjemah, yaitu membaca. Membaca saja itu sudah baik dan mendapatkan pahala sebagaimana hadis yang biasa kita dengar, bahwa setiap huruf ada 10 pahala. Akan tetapi, yang lebih utama itu merenungkan maknanya, mempelajarinya, dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya. Sangat rugi jika tidak dapat menjadikan Al-Qur’an ini sebagai ilmu atau cahaya karena di dalamnya ada. Selain itu, dengan membaca dan mengkajinya, Bulan Suci Ramadhan berarti kita telah menjadi Ahlu-llah. Mengapa? Karena Allah memiliki keluarga, siapa itu keluarga-keluarga Allah, dalam hadisnya. Mereka adalah Ahlul Qur’an. Mereka adalah yang membaca Al-Qur’an dan menjaganya. Menutup tulisan ini, ada kutipan hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidina Anas bin Malik R.A., Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :{ إنَّ للَّهِ أَهْلينَ منَ النَّاسِ } قالوا: يا رسولَ اللَّهِ ، من هُم ؟ قالَ: {هم أَهْلُ القرآنِ ، أَهْلُ اللَّهِ وخاصَّتُهُ} رواه ابن ماجه
Dari Anas bin Malik ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai banyak ahli (wali) dari kalangan manusia.” Para sahabat bertanya; “Ya Rasulullah, siapakah mereka itu?” beliau menjawab: “Mereka adalah ahlul Qur`an, mereka adalah para ahli dan orang khusus Allah. (H.R. Ibnu Majah, Bab Fadlu Man Ta’allama al-Qur’an wa ‘Allamahu)
Semoga kita digolongkan menjadi Ahli Qur’an yang menjadi orang yang Allah khususkan. Amiin Ya Rabbal Alamin.
Oleh: Sholahuddin (Santri Ponpes Darul Falah Besongo dan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang)
Editor: Ilham Mubarok