Besongo.or.id – Santri dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia memiliki kontribusi dan pengabdian yang luar biasa. Mulai dari ikut berperang melawan penjajah hingga kini sebagai gawang penjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Santri dengan kontribusinya tersebut telah mampu menghiasi berbagai dinamika kehidupan bangsa Indonesia.
Namun, seiring dengan perubahan zaman dan kemajuan dalam bidang teknologi dan informasi, perilaku-perilaku santri juga mengalami perubahan. Mulai dari fashion style, musik yang disukai, asmara, hingga gaya hidup. Perubahan tersebut tentunya bisa berdampak positif ataupun negatif. Hal ini tergantung pada bagaimana santri mampu menyaring dampak yang terjadi dengan tidak melepaskan identitas dirinya sebagai seorang santri.
Santri masa kini atau istilah kekiniannya disebut dengan santri zaman now yang menjadi bagian dari generasi milenial dan mempunyai karakteristik tersendiri. Yushowandi mendefinisikan bahwa generasi milenial adalah generasi yang lahir kisaran tahun awal 1980 hingga 2000. Mereka hidup pada masa pergantian milenium. Hal itulah yang menyebabkan mereka disebut dengan generasi milenial.
Berdasarkan penelitian Lancaster dan Stillman, karakteristik generasi milenial adalah realistis, optimis, sangat menghargai perbedaan, percaya diri, lebih memilih kerjasama daripada diperintah dan pragmatis dalam memutuskan masalah. Karakteristik ini tentunya juga dimiliki oleh santri zaman now yang menjadi bagian dari generasi milenial. Di samping itu, kini era teknologi digital telah menjadi bagian dari sendi kehidupan generasi milenial.
Santri yang merupakan bagian dari generasi milenial diharapkan tidak hanya menjadi pengekor atas perkembangan zaman yang ada. Akan tetapi, mampu menjadi pionir untuk kemajuan peradaban dan sains. Adapun bekal yang harus dimiliki oleh santri pada masa kini adalah memiliki kompetensi keilmuan yang mumpuni.
Tidak hanya ilmu agama saja, santri juga harus juga menguasai ilmu dunia. Sebab, seorang santri pada masa kini harus mampu memposisikan diri terhadap perkembangan zaman yang ada. Jadi, keilmuan yang dimilikinya harus menyesuaikan perkembangan zaman, dinamis dan kontekstual. Sehingga tidak ada yang namanya dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu dunia, keduanya merupakan kesatuan ilmu yang padu dan beriringan.
Imam Syafi’i berkata:
من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم فإنه يحتاج إليه في كل منهما.
“Barangsiapa yang menginginkan (kebaikan) kehidupan di dunia, maka (untuk meraihnya) dengan ilmu dan barangsiapa yang menginginkan (kebaikan) kehidupan di akhirat, maka (untuk meraihnya) dengan ilmu. Seseungguhnya ilmu itu dibutuhkan (untuk meraih kebaikan) kehidupan di dunia dan akhirat. (Siraj al-Munir Fi al-I’anah ‘ala Ma’rifah Ba’dhi Ma’ani Kalam Rabbina al-Hakim al-Khabir, Juz 4, hlm. 231).
Selain itu, santri juga harus memiliki skill dan keterampilan hidup yang handal. Potensi diri harus terus dilatih dan dikembangkan untuk bekal dalam kehidupan. Tidak hanya cerdas secara intelektual, santri juga harus mampu memiliki daya saing. Zaman sekarang, santri juga harus bisa memanfaatkan peluang yang ada. Mulai dari peluang bisnis hingga peluang usaha lainnya. Diharapkan juga, seorang santri mampu menjadi penggerak ekonomi bangsa Indonesia.
Terdapat sebuah jargon yang cocok untuk disematkan kepada santri, adapun jargon tersebut berbunyi “Berotak London, Berhati Masjidil Haram”. Adanya jargon ini diharapkan santri mampu mengaktualisasikan keilmuannya sesuai perkembangan zaman serta tetap berpegang teguh pada ajaran Islam dan akhlak yang mulia. Jargon tersebut juga diharapkan agar pandangan masyarakat terhadap santri menjadi terbuka. Hal yang disematkan kepada santri adalah sekelompok orang yang kolot dan tidak mau menerima perkembangan zaman, hal ini sudah seharusnya dipatahkan.
Perjuangan santri masa kini tidak lagi berperang melawan penjajah. Walaupun sudah tidak lagi berperang melawan penjajah, bukan berarti perjuangan santri menjadi lebih mudah. Santri harus memiliki ideologi dan pemikiran yang terbuka terhadap refrensi keilmuan dibarengi dengan karakter diri yang luhur. Santri juga harus responsif terhadap isu-isu kekinian yang berkembang di masyarakat. Tidak hanya isu yang berkembang di masyarakat lokal. Akan tetapi, juga harus merespons isu-isu modern yang tengah berkembang.
Hal ini selaras dengan prinsip al-Muhafadhatu ‘ala al-Qadim as-Shalih wa al-Akhdu bi al-Jadid al-Aslah yang berarti tetap menjaga tradisi lama yang baik dan mengembangkan inovasi terhadap tradisi atau isu baru yang lebih baik. Prinsip ini juga memiliki makna agar seorang santri tidak terjebak pada kejumudan dan kekolotan dalam berfikir maupun bertindak. Sehingga, peradaban bangsa di tangan santri menjadi lebih maju.
Selain itu, seiring berkembangnya teknologi tantangan santri masa kini menjadi beragam. Santri masa kini harus paham terhadap teknologi serta mampu mengatasi tantangannya. Tantangan santri masa kini bukan hanya di dunia nyata. Akan tetapi, dunia maya yang berbasis teknologi juga menjadi tantangan santri masa kini. Oleh karena itu, santri harus mampu menyikapi berbagai persoalan yang terjadi, entah itu di dunia maya ataupun di dunia nyata.
Pada ranah dunia maya, tantangan seorang santri adalah bagaimana ia mampu mengaktualisasikan keilmuan dan potensinya, sehingga bisa memberikan manfaat kepada banyak orang melalui sosial media yang tersedia. Pada masa kini, dakwah bukan hanya melalui mimbar, akan tetapi bisa dilakukan melalui dunia sosial media. Apalagi, sosial media sekarang sudah sangat digandrungi oleh masyarakat guna memperoleh akses informasi yang lebih mudah.
Oleh karena itu, santri harus masuk dan mengisi sosial media dengan mengisi konten-konten yang bermanfaat. Mulai dari kepenulisan, video kreasi, ceramah keislaman, atau konten lain yang mampu memberikan manfaat pada banyak orang. Tentunya, konten yang dimuat haruslah mencerminkan nilai dari ajaran Islam, yaitu menebar kedamaian atau rahmat kepada seluruh alam. Hal ini menjadi penting, mengingat banyaknya konten yang menyebarkan nilai kekerasan dan kebencian. Santri diharapkan mampu menjadi penyejuk di tengah panasnya kondisi penyebaran nilai kekerasan dan kebencian.
Wallahu’alam bi shawab.
Penulis: Muhammad Ilham Muzhoffar