Be-songo.or.id

Strategi Santri Milenial Menuju Era Keemasan Bangsa

IMG-20181225-WA0029

Gambar : Seksi Humas dan Komunikasi 2019

Oleh : Alfi Mazida*

Dewasa ini, eksistensi santri dituntut untuk terus bergerak maju. Namun, masyarakat seringkali mengidentikkan santri dengan seseorang yang kolot, kuno,  dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Pemikiran semacam ini tentu saja menjadikan nilai identitas santri menurun. Identitas santri saat ini amatlah penting sebagai respon atas pemikiran masyarakat yang negatif tersebut.

Definisi dari identitas adalah refleksi atau cerminan diri. Artinya, seorang santri harus mempunyai hal yang ditonjolkan dalam identitas itu. Namun, identitas dalam istilah santri memiliki artian yang lebih luas. Santri harus mampu menjawab segala bidang problematika umat. Di saat masyarakat awam tengah dilanda progresivitas zaman, disitulah identitas santri harus tampil sebagai solusi permasalahan. Sebab, santri adalah bagian terpenting dari pionir keemasan suatu bangsa.

Tahun 2045 diprediksi sebagai tahun munculnya generasi emas. Alasan munculnya wacana tersebut digaungkan tanpa sebab. Pasalnya, ada satu hal penting sebagai tinjauan dan modal dapat terealisasikannya generasi emas di tahun 2045, yaitu bonus demografi yang menyatakan bahwa 70% penduduk Indonesia adalah usia produktif dan sisanya merupakan penduduk yang tidak produktif. Bonus demografi tersebut membawa santri untuk ikut andil dalam hal ini. Pionir keemasan bangsa menitikberatkan pada peran generasi mudanya. Santri adalah pemuda sekaligus pembeda. Artinya, peran santri tidak hanya seputar kegiatan yang dilakukan pemuda pada umumnya. Tetapi juga berperan secara universal dan lebih tanggap pada keadaan.

Santri dikatakan sebagai pionir generasi emas Bangsa, yang ditargetkan pada tahun 2045 harus memiliki strategi 3K. Hal ini dimaksudkan sebagai bekal santri dalam menjalankan perannya di masyarakat. Strategi yang pertama adalah Kitab. Maksud dari Kitab di sini adalah berilmu. Seorang santri yang berilmu tentu saja lebih mampu meyakinkan masyarakat akan identitasnya. Santri memang identik dengan penguasaan ilmu keagamaan. Namun, di samping santri harus cerdas dalam intelektual dan spiritualnya, juga harus cerdas dalam sosial, digital, dan emosional. Sebab, permasalahan umat tidak hanya mencakup lingkup agama saja, tetapi juga berkesinambungan dengan permasalahan umum lainnya.

Karakter merupakan strategi santri selanjutnya. Pembangunan karakter pada santri sangat mempengaruhi pandangan masyarakat. Poin penting dari identitas santri terletak pada pembentukan karakter dan akhlaqnya. Karena seorang santri dikatakan sukses dalam ‘nyantrinya’ apabila mampu menerapkan ilmu yang telah dikajinya, yaitu mulia akhlaqnya dan luhur budi pekertinya. Sebagai contoh, ketika santri yang telah lulus dari pesantren, ia selamanya akan tetap berlabel sebagai santri. Oleh sebab itu, ia harus mengaktualisasikan identitas ke-santri-annya di ranah masyarakat.

Bonus demografi yang menyatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia adalah usia produktif, membawa santri untuk ikut andil dalam hal ini. Pionir keemasan bangsa menitikberatkan pada peran generasi mudanya. Santri adalah pemuda sekaligus pembeda. Artinya, peran santri tidak hanya seputar kegiatan yang dilakukan pemuda pada umumnya. Tetapi juga berperan secara universal dan lebih tanggap pada keadaan.

Strategi terakhir adalah Karya. Prestasi santri tidak hanya berkecimpung dalam penguasaan ilmu agama saja. Tapi juga berupa karya yang bisa dinikmati dirinya maupun orang lain. Karya yang dimaksud adalah segala apa yang bisa dihasilkan dari seorang santri. Baik berupa hasil cipta maupun kemampuan yang dimiliki oleh santri sendiri, seperti; kompetisi, menulis, konten kreatif, ekonomi umat, dan lain-lain.

Sebagai santri milenial yang terdidik dengan pendidikan yang multidimensi sejak awal, maka sudah sewajarnya jika santri mendominasi berbagai macam peran dan posisi dalam lingkup sosial. Apalagi degradasi moral yang semakin gencar kini menjadi penyebab menurunnya kualitas generasi muda. Identitas santri harus mampu andil sebagai pembeda. Pembeda yang ditunjukkan melalui identitas santrinya dalam berkiprah di masyarakat. Dengan demikian, identitas santri mampu meluruskan berbagai asumsi masyarakat yang memandang santri hanya dari kacamata lahiriyah saja.

*Santr putri asrama A 7, jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) 2017 UIN Walisngo

#Artikel dikutip dari penyamapaian materi studium general “santri pionir generasi emas 2045” pascalib 2019