Oleh: Auly Naimul Umam Asrama B17
Pernahkah kalian merasa terasingkan dari golongan sendiri? Atau malah mungkin dari teman dekat, bahkan keluarga kalian pun menghindar? Ketika sebuah gender menjadi cermin dari diri seseorang yang sebenarnya? Lalu hal apa yang menjadi cermin orang-orang yang mengalami kelainan seksual seperti transgender? Dan akhirnya memilih untuk merubah status gender dalam kartu pengenal mereka?
Akhir-akhir ini, sudah banyak sekali keterbukaan terhadap issue-issue transgender seperti itu. Pernikahan sesama jenis juga semakin sering dilangsungkan dan malahan sudah disetujui beberapa negara. Tidak ada yang bisa menyalahkan orang-orang pengidap transgender itu. Meskipun penolakan memang ada, terutama dari pihak-pihak religius yang mengharamkan hubungan sesama jenis dan yang jelas juga pernikahan sesama jenis. Lalu bagaimana tangapan kita sebagai seorang santri yang siap atau tidak harus siap mengatasi permasalahan yang ada di zaman disruption ini.
Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang transgender, alangkah baiknya kita menyimak terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan transgender. Sebab dalam alur pembahasan haruslah terlebih dahulu bisa menggambarkan secara utuh apa yang akan dibahas.
Dalam wikipedia, pengertian transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang secara biologis perempuan lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti laki-laki atau sebaliknya. Kadang transgender juga disebut dengan transseksual jika ia menghendaki bantuan medis untuk transisi dari seks ke seks yang lain, dengan kata lain ia melakukan operasi kelamin.
Ada beberapa macam kelainan gender yang saya ketahui dari berbagai sumber. Yang pertama adalah pengidap yang mana secara terang-terangan merubah penampilan fisik mereka. Biasanya orang seperti ini merasa bahwa dia lahir di dalam tubuh yang salah. Dimana dia seorang pria namun jiwanya adalah seorang wanita. Tidak ada ilmuwan yang mengetahui dengan pasti apa penyebabnya, namun beberapa mengatakan bahwa faktor genetik juga mempengaruhi hal-hal seperti itu. Dan biasanya penyelesaiannya adalah operasi kelamin. Kedengarannya memang ekstrim, tapi memang begitulah yang terjadi. Di Indonesia sih terkenal dengan Dorce, yang telah melakukan operasai kelamin untuk menyempurnakan dirinya sebagai seorang perempuan. Lalu yang masih hangat beritanya yaitu Lucinta Luna, yang mana masih kontroversial dikalangan netizen.
Anehnya kasus seorang pria ‘berubah’ menjadi seorang perempuan lebih mendominasi issue transgender ini. Padahal kasus dimana perempuan yang berpenampilan seperti seorang pria juga banyak terjadi. Sebab, tidak ada yang tahu bila seorang wanita menjadi seorang pria, namun ketika seorang pria menjadi seorang wanita itu akan langsung ketahuan. Kenapa? Anda tahu sendiri tidak ada wanita dengan kaki berbulu lebat. Atau dengan kumis kasar yang belum dicukur, bahkan dengan otot-otot di lengan yang menyembul dari balik pakaian dalamnya. Saya rasa itu lebih menyeramkan daripada melihat hantu disiang bolong.
Yang kedua adalah para pengidap tidak merubah penampilan fisik mereka, tapi lebih kepada hubungan sesama jenis dengan penampilan yang juga mungkin hampir sama. Dalam artian ya bayangkan saja seorang pria pacaran dengan pria dan yang wanita pacaran dengan wanita. Yang bahasa gaulnya Homo untuk para pria, dan Lesbian untuk para wanita. Nah hal inilah yang menjadikan banyak santri dari pondok pesantren salaf terkena penyakit ini.
Yang menjadi masalah yaitu timbul pertanyaan, kenapa mereka bisa sampai berpikir dan berlaku seperti itu? Apakah mereka sudah gila dengan mencintai dan melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis mereka? Tidak ada orang normal yang tahu kecuali bila mereka orang normal yang beralih ke transgender.
Hal yang paling krusial yaitu bagaimana tanggapan kita sebagai “kaum santri” yang mana kita sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kenormalan. Bagaimana mungkin kita dapat me-nafi-kan petunjuk Allah dalam Al-Qur’an. “Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49). Serta ¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui¡¨ (Qs. Yaa Siin (36) : 36).
Beberapa petunjuk Allah yang sudah dijelaskan diatas tadi sudah jelas dan dapat kita pahami mengenai secara tidak langsung, Laki-laki tidak akan mungkin mendapatkan laki-laki sebagai pasangannya, begitupun sebaliknya. Akan tetapi, fitrah manusia yang diciptakan serta dilahirkan menjadi perempuan, pasti ia akan mendapatkan pasangan dari seorang laki-laki, bukan dari golongan sejenisnya.
Anehnya malah di daerah Yogyakarta terdapat Pondok Pesantren yang di khususkan bagi mereka Kaum Transgender, tepatnya di kampung Notoyudan, Kota Gede, Yogyakarta. Tak tangung-tangung, Pondok Pesantren yang di ketuai oleh Ibu Shinta Ratri ini mempunyai lebih dari 40 santri yang datang dari seantero Nusantara, seperti; Medan, Bandung, Wonogiri, Sragen, Yogyakarta dan daerah sekitar lainnya.
Setelah kita mengetahui apa itu transgender, maka marilah kita mengkaji bagaimana pandangan agama terkait dengan hal ini. Kalau kita tarik lebih jauh, istilah transgender di dalam kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki yang berperilaku seperti perempuan) wal mutarajjilat (perempuan yang berperilaku seperti laki-laki). Di dalam fiqih klasik disebutkan bahwa seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa berubah. Disampaikan di dalam Kitab Hasyiyatus Syarwani.
ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فلا نقض في الاولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صورة
Artinya, “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk perempuan atau sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak batal wudhunya dalam permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah bentuk seperti wanita), dan batal wudhu’nya di dalam permasalahan yang kedua (wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki) karena dipastikan bahwa tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain hanya bentuk luarnya saja,” (Lihat Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani, Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137).
Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau transseksual, maka tetap tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki-laki tetap laki-laki dan yang perempuan tetap perempuan.
Sebenarnya mereka itu adalah segelintir orang yang masa kecilnya dulu pernah dilecehkan atau mengalami kekerasan seksual yang membuat psikologi mereka tetap teringat dengan apa yang terjadi kepada mereka. Atau bisa saja karena pengaruh lingkungan yang membuat mereka berpikir bahwa hal seperti itu sah-sah saja.
Lagipula mereka adalah kaum minoritas di dunia ini dan terkucilkan oleh apa yang mereka alami. Padahal kalau kita berpikir mereka juga tidak pernah meminta hal seperti ini terjadi kepada mereka. Bukankah kasihan ketika seseorang yang membutuhkan perhatian dari masyarakat karena kekurangannya malah dikucilkan dari lingkungan pergaulan karena itu?
Saya sendiri sejujurnya juga masih belum bisa menerima sepenuhnya dengan hal-hal seperti ini. Saya dibesarkan di keluarga dan lingkungan yang mengagungkan ‘kenormalan’ dari setiap anggotanya. Dan apabila ada ketidaknormalan tentu saja saya akan menolaknya secara otomatis.
Dari semua keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan:
1. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul.
2. Transgender tidak bisa mengubah status kelamin.
3. Transgender hukumnya haram dan mendapat laknat. Wallahu a’lam
| Juara 2 Artikel Putra dalam Lomba Akhirusaanah 2018 PP. Darul Falah Besongo |