Be-songo.or.id

Literasi Digital dan Implementasi Tabayyun: Bekal Santri untuk Menghindari Hoaks

Dunia pendidikan pesantren yang terus berkembang, santri tidak hanya dihadapkan pada pembelajaran kitab kuning dan nilai-nilai keagamaan, tetapi juga santri menghadapi tantangan zaman seperti arus informasi digital. Literasi digital dan implementasi tabayyun menjadi aspek penting yang saling melengkapi dalam membekali santri menghadapi tantangan hoaks dan informasi palsu di era digital. Di antara kabar yang masuk, sering muncul hoaks atau berita palsu yang menyesatkan. Fenomena ini juga muncul di lingkungan pondok pesantren. Hanya karna satu berita yang belum jelas sumbernya, kegaduhan bisa terjadi dengan cepat.

Karena itu, santri perlu mempunyai dua bekal penting yakni literasi digital dan tabayyun

Literasi Digital Menurut Kacamata Santri

Literasi digital bagi santri bukan sekedar memiliki kemampuan untuk menggunakan ponsel ataupun sosial media. Lebih dari itu, literasi digital mencakup kemampuan untuk memilah dan memverifikasi informasi yang datang dari berbagai sumber, menjaga etika dan adab dalam bermedia sosial, Mengimplementasikan tabayyun sebagai prinsip dasar sebelum menyebarkan informasi. Literasi digital juga membuat santri menjadi pribadi yang lebih bijak dan tidak mudah terpengaruh oleh berita yang belum tentu kebenarannya agar ketenangan di lingkungan pondok pesantren tetap terjaga.

salah satu nilai penting yang bisa jadi banteng dari hoaks adalah tabayyun.

Apa sih tabayyun itu?

Tabayyun adalah sikap seseorang yang tidak mudah percaya pada orang lain sebelum mendapatkan informasi pada sumbernya langsung. Ajaran Islam memerintahkan setiap muslim untuk memverifikasi setiap berita yang diterima, memastikan apakah berita tersebut itu benar atau tidak sebagaimana yang tertulis dalam Q.S Al-Hujurat ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ ۝٦

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seseorang membawa suatu berita, maka periksalah kebenarannya. Jangan sampai kalian menimpakan musibah kepada suatu kaum karena ketidaktahuan, lalu kalian menyesal atas perbuatan kalian.”

Ayat ini menjadi landasan kuat bagi santri untuk selalu memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya, sehingga mencegah penyebaran fitnah dan hoaks di dunia maya.

Bentuk Hoaks yang Sering Menyerang Lingkungan Pesantren

Di pesantren, hoaks sering muncul dalam berbagai bentuk, seperti pesan tentang aturan baru yang tidak terbukti kebenarannya, informasi kegiatan pondok yang belum diverifikasi, konten kegiatan pondok yang bukan dari sumber resmi, informasi palsu tentang jadwal belajar dan lainnya.Jika tidak diantisipasi, hal semacam ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan antar santri

Mengapa Santri Rentan Terjebak Hoaks?

Santri bisa terjebak hoaks karena beberapa faktor, antara lain kebiasaan membaca judul saja tanpa melihat isi lengkapnya, mudah percaya pada konten viral, tidak terbiasa mengecek sumber informasi, takut ketinggalan informasi terkini. minimnya pemahaman tentang literasi digital di pesantren.

Oleh karena itu, penting bagi pesantren untuk mulai mengintegrasikan literasi digital ke dalam Pendidikan sehari-hari

Tips Mengimplementasikan Tabayyun dan Literasi Digital

  1. Periksa siapa pengirimnya : jika itu informasi tentang kegiatan pondok, pastikan sumbernya langsung dari pengurus, ustadz ataupun grup resmi.
  2. Jangan Terburu-Buru Menyebarkan: Lebih baik menahan diri daripada menyesal karena telah menyebarkan informasi yang salah.
  3. Kenali Ciri-Ciri Hoaks: Hati-hati dengan judul provokatif, isi tidak lengkap, perintah segera sebarkan, dan sumber anonim.
  4. Jaga Adab Bermedia: Santri harus menjunjung etika digital dan harus menampilkan akhlak yang baik , baik di dunia nyata maupun di dunia maya

Menjaga Marwah Pesantren di Era Digital

Literasi digital dan tabayyun merupakan dua aspek penting yang saling melengkapi untuk membekali santri dalam menghadapi tantangan zaman. Dengan membiasakan tabayyun, santri bisa menjadi pengguna media digital yang cerdas, tidak mudah tertipu dan tidak ikut menyebarkan informasi palsu.

Santri yang melek digital bukan berarti harus selalu aktif di media sosial, tetapi harus mampu memilah mana informasi yang layak dipercaya dan mana yang perlu diabaikan. Di era digital, santri tidak hanya belajar agama, tapi juga berperan sebagai penjaga kebenaran baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Oleh: Anggun Cahya Kirana (Santri Pondok Pesantren Darul Falah Besongo)

REKOMENDASI >