Setiap tanggal 12 Rabiul Awwal, umat muslim di seluruh dunia memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW yang sering dikenal dengan sebutan maulid nabi. Perayaan ini sebagai bentuk penghormatan dan mengingatkan kita akan keteladanan beliau yang tak pernah lekang oleh waktu. Tapi, tau ga sih bagaimana ini bermula dan mengapa menjadi bagian dari praktik keagamaan?. Tradisi peringatan maulid nabi di Indonesia sangatlah beragam, dengan berbagai macam bentuk perayaanya, semua bentuk perayaan ini memiliki tujuan yang sama, yaitu sebagai bentuk dari rasa syukur atas kelahiran nabi Muhammad SAW.
Peringatan maulid memiliki sejarah yang unik dengan dua teori utama sebagai sumber awal mulanya. Teori pertama menyebutkan bahwa pencetus pertama lahirnya peringatan maulid nabi adalah dinasti fatimiyyah di mesir pada abad-10. Meskipun tidak disebutkan secara pasti siapa tokoh pencetusnya, akan tetapi menurut teori ini dinasti fatimiyah lah yang memulai adanya peringatan maulid nabi. Sedangkan teori kedua menyebutkan bahwa sultan salahuddin al-ayyubi lah yang mempopulerkan peringatan maulid dengan tujuan untuk memperkuat semangat keagamaan dan persatuan umat islam. Dan gagasan ini sebenarnya berasal dari usulan iparnya yang bernama Muzaffarudin Gekburi, seorang gubernur erbil pada masa Dinasti Ayyubiyah sekaligus penguasa muslim pertama yang secara terbuka merayakan kelahiran nabi muhamad dalam sebuah kegiatan yang diberi nama maulid. Peringatan maulid nabi pertama (580H) yang dilakukan oleh sultan salahuddin al-ayyubi adalah dengan menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat nabi yang meliputi pujian bagi nabi dengan bahasa seindah mungkin. Dan pemenang sayembara ini adalah Syaikh Ja`far al-barzanji. Yang karyanya kita kenal sebagai kitab “barzanji” dan masih sering kita baca sampai saat ini.
Di Indonesia sendiri, peringatan maulid nabi merupakan sebuah ajang akulturasi dari budaya yang ada, hal ini menunjukkan bahwa islam berinteraksi baik dengan konsep kearifan lokal. Perayaan maulid diperkenalkan oleh Walisongo sejak tahun 1404 Masehi, sebagai sarana dakwah yang efektif. Dengan menekankan pendekatan budaya dalam dakwah perayaan maulid nabi ini diwarnai dengan kesenian, seperti qasidah, shalawat, barzanji, dan diba`. pada mulanya, peringatan ini memiliki sebutan “Syahadatain” yang mengintegrasikan nilai-nilai islam dan budaya lokal. Namun dijawa lebih dikenal dengan sebutan tradisi “sekaten”yang dimulai sejak masa Sunan Kalijaga. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta setiap maulid di keraton dan surakarta sampai sekarang. Makna dalam tradisi sekaten selain sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran nabi muhammad, juga sebagai bentuk perayaan atas nikmat dan kemakmuran yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Meskipun terdapat banyak perbedaan baik dari segi teori sejarah atau tradisi perayaannya, esensi utama dari peringatan maulid adalah untuk meneladani akhlak terpuji Nabi Muhammad SAW, meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, dan memperkuat silaturahmi sesama muslim. Selama peringatan maulid nabi ini marilah kita bersama-sama mendekatkan diri kepada Allah, serta bersama kita mengharapkan syafaat Nabi Muhammad dengan mengamalkan beberapa amalan-amalan. Seperti memperbanyak membaca sholawat dan berdzikir, berpuasa sunnah sebagai bentuk rasa syukur, perbanyak sedekah, dan memperbanyak berbuat baik. Selain mengenang kelahiran Nabi, peringatan maulid juga sebagai momen memperkuat ukhuwah, dan menanamkan kecintaan kepada Rasululah SAW.
Oleh : Aldiva Manzilatul Khoiriah (Santriwati Ponpes Darul Falah Besongo)
Editor: Siti Aniqotussolehah