Be-songo.or.id

Pidato Empat Bahasa; Modal Terjun ke Masyarakat

NGALIYAN-Minggu (25/05), merupakan hari kedua Ponpes Darul Falah Be-Songo mengadakan lomba dalam rangka akhirussanah 2013/2014. Sesuai jadwal yang telah ditentukan, keempat pidato dengan bahasa yang berbeda dilombakan dari jam 08.00-11.30 WIB. Pidato bahasa Indonesia, Inggris, Arab dan Jawa merupakan skill yang wajib dimiliki santri selama mondok di Ponpes Darul Falah Be-Songo.

Lomba pidato tersebut merupkan aktualisasi dari kegiatan mingguan yaitu khitobah yang dilaksanakan setiap malam Rabu. Dalam serangkaian acaranya, setiap kelompok yang mendapat giliran maju, wajib membawakan pidato dalam empat bahasa. Tentu saja oleh santri yang berbeda. sebagai bahan evaluasi program pondok selama satu tahun, pidato empat bahasa ini kemudian dilombakan.

Pidato bahasa Indonesia berlangsung di asrama B9 dan berlangsung lancar meski sempat ada kegaduhan karena perbaikan atap di lantai tiga. Begitu juga dengan pidato bahasa Arab di musholla Raudlatul Jannah dan bahasa Inggris di asrama B5. Semua santri terlihat antusias mengikuti kegiatan perlombaan baik peserta maupun supporter. Terutama pidato bahasa Jawa yang dilaksanakan di madin Raudlatul Jannah.

Peserta lomba merupakan perwakilan dari masing-masing 15 kelompok yang telah dibentuk. Setiap kelompok memunyai delapan anggota dari empat asrama yang berbeda, yaitu A7, B5, B9 dan C9. Dicampurnya santri dari asrama yang berbeda diharapkan mampu meningkatkan keakraban dan melatih kerjasama.

Bahasa nasional kini umum dipakai oleh pelajar maupun santri. Begitu juga dengan kemampuan bahasa Arab dan Inggris untuk institusi yang memprogramkan dua bahasa. Namun begitu, kemampuan bahasa Jawa sebagai warisan asli Indonesia tetap harus dijaga sebagai wujud cinta Indonesia. Hal ini kemudian membuat bahasa Jawa yang merupakan bahasa ibu sebagian besar santri menjadi minat tersendiri di kalangan santri.

Berbicara di depan orang banyak butuh kemampuan tersendiri, selain juga mental yang matanga. Lomba pidato sebagai salah satu wahana dalam melatih kemampuan, kecakapan dan mental santri diharapkan menjadi modal penting untuk terjun ke masyarakat nanti. Dengan begitu, ilmu yang telah didapat selama balajar di bangku kuliah maupun pondok pesantren, tidak hanya dinikmati sendiri, tapi juga mampu ditularkan kepada orang banyak. Seperti disebutkan dalam kata-kata bijak bahwa ilmu semakin dibagi akan semakin bertambah.

(Umu Habibah)

REKOMENDASI >