Dalam Islam segala permasalahan sudah diatur dan dijelaskan secara rinci dalam ilmu fikih. Fikih mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, ataupun hubungannya dengan Allah. Fikih juga memberikan pedoman dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam menjalankan ibadah dan tata cara hidup yang sesuai dengan ajaran Islam.
Salah satu cabang dari ilmu fikih yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslimah adalah fikih nisa. Sebagai seorang muslimah, seorang perempuan memiliki kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Namun, terdapat beberapa ketentuan khusus dalam fikih nisa yang mengatur bagaimana perempuan menjalankan ibadah, sesuai dengan kondisi fisik dan sosial mereka.
Fikih nisa mencakup berbagai topik penting, di antaranya permasalahan mengenai taharah (bersuci), haid (menstruasi), nifas (darah yang keluar setelah melahirkan), wiladah (darah yang keluar ketika melahirkan), istihadah (darah yang keluar di luar waktu haid dan nifas), dan hak-hak perempuan dalam keluarga. Melalui fikih nisa, seorang perempuan diajarkan bagaimana cara menjaga kebersihan diri, melaksanakan ibadah dengan sah, serta menjalani peranannya dalam keluarga dan masyarakat dengan penuh tanggung jawab
1.Taharah (Bersuci)
Taharah atau bersuci merupakan salah satu syarat sahnya ibadah dalam Islam, termasuk salat. Fikih nisa menjelaskan tata cara bersuci bagi perempuan, baik itu wudu, mandi junub, ataupun mandi wajib setelah haid dan nifas yang menghalangi para perempuan untuk melaksanakan ibadah seperti salat dan puasa. Fikih nisa memberikan panduan bagi perempuan untuk mengetahui kapan masa haid dan nifas dimulai dan berakhir, serta cara menyucikan diri setelah masa tersebut berakhir, sehingga ia dapat kembali melaksanakan ibadah-ibadah dengan sah.
2. Haid
Haid atau menstruasi merupakan salah satu hal yang penting dalam fikih nisa. Haid adalah kondisi fisik alami yang terjadi pada perempuan, di mana darah keluar dari rahim sebagai proses pembersihan tubuh. Haid yang menjadi salah satu proses biologis berlangsung secara teratur, biasanya setiap bulan, dan terjadi pada perempuan yang sudah mencapai usia pubertas hingga memasuki usia menopause.
Dalam fikih nisa, haid bukan hanya dipandang sebagai fenomena biologis, tetapi juga memiliki pengaruh besar dalam aspek ibadah dan kehidupan sosial perempuan. Oleh karena itu, penting bagi setiap perempuan untuk memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan haid agar bisa menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
3. Istihadah
Istihadah adalah pendarahan yang terjadi di luar waktu haid atau nifas, yaitu darah yang keluar dari vagina setelah masa haid atau nifas telah selesai, atau pada waktu yang tidak biasanya. Pendarahan ini dianggap tidak terkait dengan proses biologis yang normal, dan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masalah kesehatan seperti infeksi, gangguan hormonal, atau masalah pada rahim dan saluran reproduksi.
Dalam fikih nisa, darah yang keluar selama istihadah diperlakukan berbeda dengan darah haid atau nifas. Istihadah bukanlah darah yang menghalangi pelaksanaan ibadah, sehingga perempuan yang mengalaminya tetap diwajibkan untuk menjalankan kewajiban ibadah seperti salat, puasa, dan lainnya.
4. Wiladah
Wiladah adalah istilah dalam fikih nisa yang merujuk pada proses kelahiran seorang anak dari rahim ibu. Dalam konteks hukum Islam, wiladah melibatkan serangkaian aturan yang mengatur hak dan kewajiban yang terkait dengan kelahiran, baik bagi ibu maupun bayi yang baru lahir. Selain itu, wiladah juga memiliki pengaruh besar terhadap ibadah perempuan, khususnya terkait dengan kewajiban-kewajiban ibadah setelah melahirkan.
5. Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari tubuh perempuan setelah melahirkan. Darah ini berbeda dengan darah haid, meskipun keduanya sama-sama merupakan jenis pendarahan yang terjadi pada tubuh perempuan. Nifas merupakan salah satu fenomena alami yang dialami oleh perempuan setelah melahirkan, yang memiliki pengaruh besar terhadap ibadah dan status keagamaan perempuan.
Dalam fikih nisa, nifas diperlakukan dengan cara yang hampir serupa dengan haid, yakni darah yang keluar dalam masa nifas dianggap sebagai darah yang dapat menghalangi pelaksanaan ibadah tertentu, seperti salat, puasa, dan tawaf.
Dalam seminar ini, ustadzah Dina Arvi Arina Zulva, S.Pd., M.Ag. sebagai pemateri menekankan bahwa Fikih Nisa tidak hanya penting bagi perempuan, tetapi juga sangat relevan bagi laki-laki. Beliau juga berkata bahwa dalam kitab Risalatul Mahid disebutkan bahwa mempelajari fikih nisa bagi perempuan adalah fardhu ain, yaitu kewajiban yang harus dipelajari oleh setiap perempuan secara individu. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan perempuan untuk memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, kesehatan, dan kehidupan sosialnya, seperti taharah (bersuci), haid, nifas, wiladah, dan istihadah.
Namun bagi laki-laki, mempelajari fikih nisa termasuk dalam kategori fardhu kifayah, yang berarti menjadi kewajiban kolektif. Walaupun demikian, setiap laki-laki khususnya yang telah menikah atau berkeluarga sangat dianjurkan untuk mempelajari fikih nisa agar dapat menjalankan perannya sebagai pemimpin keluarga dengan bijaksana.
Pemahaman yang baik tentang fikih nisa akan membantu seorang suami untuk memberikan petunjuk yang benar mengenai ibadah dan masalah-masalah terkait perempuan, seperti hak dan kewajiban istri, serta cara menjaga kebersihan dan kesucian diri sesuai tuntunan agama.
Fikih nisa menjadi hal yang sangat penting bagi setiap orang, khususnya para perempuan agar dapat lebih memahami hukum-hukum yang berlaku dalam kehidupannya, sehingga dapat menjalani kehidupan agama dengan lebih baik dan benar. Hal ini tidak hanya mencakup aspek ibadah, tetapi juga memberikan panduan praktis mengenai bagaimana menjalani kehidupan sosial dan keluarga dalam kerangka ajaran Islam.
Fikih nisa memberikan solusi untuk berbagai permasalahan yang sering dihadapi perempuan, sekaligus memastikan bahwa setiap langkah dan tindakan yang diambil penuh dengan keyakinan dan selalu selaras dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Oleh: Alina Apriliana Putri (Santriwati Ponpes Darul Falah Besongo)
Editor: Zakiyah Kibtiah