Be-songo.or.id

Ikuti Seminar Pengelolaan Sampah Organik, Pesantren Besongo Komitmen terhadap Keberlanjutan Lingkungan

Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang turut berpartisipasi dalam kegiatan Green Pesantren: Strategi Inovatif Pengelolaan Sampah Organik untuk Keberlanjutan Lingkungan, yang di selenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Fatayat PWNU Jawa Tengah di Gedung PWNU Jawa Tengah pada Sabtu, 05 Juli 2025. Kegiatan ini menjadi wujud nyata kepedulian pesantren dalam menjawab persoalan lingkungan yang mengkhawatirkan, khususnya permasalahan sampah organik.

Seminar yang dihadiri sekitar 15 pondok pesantren ini dibuka dengan sambutan inspiratif dari Ketua PWNU Fatayat Jawa Tengah, Tazkiyyatul Muthmainnah. Dalam sambutannya, beliau menyoroti kondisi darurat sampah di beberapa wilayah Jawa Tengah dan menekankan pentingnya peran masyarakat, termasuk para santri dalam menangani masalah tersebut. “Kita tidak bisa terus menerus menggantungkan masalah sampah pada pemerintah. Masyarakat, termasuk para santri harus mulai bergerak,” tegasnya.

Beliau juga mengajak seluruh pondok pesantren untuk bertransformasi menjadi active values, bukan hanya sekedar tempat belajar yang terbatas, tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. “Masih banyak yang beranggapan bahwa pondok pesantren adalah penjara suci, padahal sejatinya tidak demikian. Ubah cara pandang itu dan buktikan bahwa pesantren tidak membatasi ruang gerak, justru pondok pesantren mampu memberi manfaat nyata bagi masyarakat sekitar,” ujarnya dengan semangat.

Acara pelatihan ini menghadirkan narasumber Zhaqraf Maulida atau yang akrab disapa dengan Aaf, seorang konten kreator dan pegiat lingkungan yang aktif mengedukasi masyarakat tentang isu-isu ekologis. Dalam penyampaian materinya, beliau mengaitkan pengelolaan sampah dengan isu perubahan iklim, dengan mengajak peserta untuk memahami konsep hablum minal ‘alam dan dosa-dosa ekologi. Menurut sahabat Aaf, pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak dalam pengelolaan sampah organik. Salah satunya melalui pembentukan bank sampah yang hasilnya bisa dimanfaatkan untuk membuat kebun sayur mandiri.

Dalam sesi seminar ini, Sahabat Aaf memaparkan dua strategi utama dalam pengelolaan sampah organik, yaitu pembuatan kompos dan eco enzym. Terdapat empat kunci utama dalam pembuatan kompos. Diantaranya adalah Mikroba pengurai, Material coklat sebagai sumber karbon/energi mikroba yang dapat di hasilkan dari daun kering ataupun cangkang telur, Material hijau sebagai sumber nitrogen/protein yang di dapatkan dari sisa sayur ataupun buah, dan Sirkulasi udara untuk proses penguraian aerob. proses pengomposan ini dapat dipercepat dengan menggunakan bioaktivator, yaitu konsentrat mikroba seperti EM4 atau bahan alami seperti air bekas cucian beras.

Selanjutnya Aaf juga menjelaskan mengenai Eco enzyme, yaitu cairan fermentasi serbaguna yang dibuat dari perbandingan 1:3:10 antara gula, sisa buah/sayur, dan air. Dalam pembuatannya terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Diantaranya adalah, Wadah harus berbahan plastic dan kedap udara, Hindari wadah kaca atau logam, Gunakan air bersih (air isi ulang, air hujan yang diendapkan, air PAM), dan penggunaan gula yang di rekomendasikan sepertihalnya gula aren, kelapa, lontar, merah tebu, atau molase. Langkah pembuatannya cukup sederhana, dimulai dari membersihkan wadah, mengukur volume, mencampur bahan, hingga menyimpan di tempat yang sejuk dan tidak terkena sinar matahari langsung.

Salah satu peserta dari Pondok Pesantren Darul Falah Besongo, Naila Ilma, mengaku senang bisa mengikuti seminar ini. “Seminarnya menarik banget, materinya mudah dipahami dan bisa diterapkan di pesantren. Kita jadi tahu cara mengelola sampah organik dengan cara yang sederhana, tapi hasilnya bermanfaat. Ini bisa menjadi solusi untuk meminimalisir sampah di lingkungan pondok,” tuturnya.

Di akhir sesi, kegiatan ini di tutup dengan penyampaian pesan inspiratif oleh sahabat Aaf. “Tujuan utama membuat eco enzym adalah menyelamatkan bumi. Beribu manfaat dari eco enzym hanyalah bonus. Manfaat yang sebenarnya adalah kelestarian bumi bagi anak cucu kita. Mari kita lakukan dengan hati yang tulus”, tuturnya. Kegiatan ini di harapkan tidak hanya berhenti pada sebatas pelatihan, namun mampu menjadi titik awal gerakan perubahan yang berkelanjutan. Pesantren diharapkan dapat terus bergerak menjadi pusat edukasi lingkungan dan berdampak nyata, karena menjaga bumi adalah bagian dari ibadah dan santri sebagai garda terdepan dalam merawat bumi.

Oleh : Niswatul Azkiya (Santriwati Ponpes Darul Falah Besongo)

Editor : Siti Aniqotussolehah

REKOMENDASI >