Be-songo.or.id

Hidup Seimbang di Era Serba Cepat

Di zaman sekarang ini, yang semua terasa begitu cepat dan selalu dituntut untuk cepat, manusia cenderung terjebak dalam rutinitas yang penuh tekanan dan ketergesaan. Segala sesuatu dituntut untuk serba instan dari makanan, pendidikan, hingga pencapaian hidup. Akibatnya, banyak orang merasa kehilangan makna dan arah karena hanya fokus pada menghitung seberapa banyak. Nah, di tengah keadaan yang seperti ini, muncul dua pendekatan hidup yang bisa menjadi penyeimbang yakni: slow living dan conscious speed. Apa arti dari keduanya?

Hidup Slow Living, Bagaimana?

Kita hidup di zaman serba cepat, makanan cepat saji, informasi instan, bahkan metode belajar pun ditawarkan dalam bentuk kilat. Tanpa sadar, pola pikir kita pun ikut berubah. Kita lebih sering menghitung waktu. Misalnya berapa lama kita belajar, berapa jam kita bekerja, atau berapa menit lagi harus selesai. Namun, jarang sekali kita benar-benar berhenti sejenak untuk menikmati setiap detik dari waktu yang kita miliki.

Inilah esensi yang ingin dihadirkan oleh konsep slow living. Pandangan hidup yang mengajak kita untuk menjalani dengan lebih sadar, tenang, dan bermakna. Ini bukan tentang hidup lambat secara asal-asalan, malas-malasan, atau menunda-nunda kewajiban, melainkan tentang melambat dengan tujuan agar kita bisa lebih fokus pada satu hal, daripada melakukan banyak hal sekaligus tapi berantakan.

Slow living menekankan pentingnya kualitas daripada kuantitas, kehadiran penuh daripada kesibukan kosong, dan kesadaran dalam setiap aktivitas, baik saat belajar, bekerja, maupun beribadah. Gaya hidup ini mengajak kita untuk tidak tergesa-gesa, memberi ruang bagi pikiran untuk jernih, dan mengambil keputusan dengan tenang.

Dalam konteks belajar, slow living berarti menghargai proses. Bukan memaksakan diri untuk menguasai segalanya dalam semalam, tidak harus merasa sibuk dan penting sehingga kita menjadi multitasking. Boleh jadi justru tidak maksimal menghandle pekerjaan dalam satu waktu. Karena yang lebih baik adalah memahami sedikit demi sedikit dengan penuh kesadaran dan ketenangan sehingga menjadi lebih fokus.

Namun, hidup tidak melulu soal melambat. Ada kalanya kita dituntut untuk cepat tapi bukan sembarang cepat. Di sinilah hadir konsep conscious speed sebagai pendamping yang seimbang dari slow living.

Ketika kita melambat, kita mulai benar-benar melihat dan merasakan

Conscious Speed: Melaju dengan Kendali

Nggak semua situasi bisa santai. Ada momen yang butuh kita bergerak cepat seperti tugas mendadak atau deadline. Tapi kalau kita sudah terbiasa tenang dan teratur dari awal, kita bisa bergerak cepat dengan kesadaran, bukan dengan panik dan semrawut yang hasilnya tidak maksimal.

Conscious speed dan Slow Living bagai mubtada’ dan khobar dalam ilmu nahwu. Artinya, kemampuan untuk bergerak cepat ketika memang dibutuhkan, namun tetap dengan kendali, ketenangan, dan arah tujuan yang jelas. Ini bukan tentang terburu buru, tapi tentang kecepatan yang penuh kesadaran. Orang yang hidup dengan konsep ini tahu kapan harus ngerem, dan tahu kapan harus ngegas tanpa kehilangan jati diri atau keutuhan batinnya.

 ‌التَّأَنِّي ‌مِنَ ‌اللهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ     

Artinya: Ketenangan berasal dari Allah, sedangkan ketergesaan berasal dari setan.

Conscious Speed adalah konsep hidup atau bekerja dengan kecepatan yang disertai kesadaran penuh. Artinya, kamu tetap bergerak cepat, tetap produktif, tetap menyelesaikan sesuatutapi bukan dengan tergesa-gesa atau asal cepat, melainkan dengan fokus, kontrol, dan niat yang jelas

Yang akan sampai duluan bukan yang paling cepat, melainkan yang tahu tujuan dan arah

Hidup Seimbang di Tengah Dua Kutub

Kita tidak hidup dalam dunia hitam-putih antara “cepat” dan “lambat”. Keseimbanganlah yang menjadi kunci. Kadang hidup memang menuntut percepatan tapi bukan berarti kita harus kehilangan makna, atau menjalani semuanya secara otomatis. Sebaliknya, kadang kita butuh jeda bukan untuk berhenti, tapi untuk kembali pada arah.

Melambat bukan berarti malas. Bergerak cepat bukan berarti panik. Yang terbaik adalah sadar kapan harus melambat, dan kapan harus berlari tanpa kehilangan kedamaian dalam hati. Wa khoirul umur ausatuha – dan sebaik-baik sesuatu adalah yang proporsional.

Melambat untuk mendengar bisikan hati. Melaju untuk mewujudkan mimpi. Dan berhenti sejenak untuk mengingat arah, hidup bukan tentang seberapa cepat kita sampai, tapi seberapa sadar kita melangkah melambat untuk memahami, melaju untuk menyelesaikan, dan tetap tenang di antara keduanya. Maka, hidup bukan hanya tentang memilih antara cepat atau lambat. Tapi tentang bagaimana kita bisa hadir sepenuhnya dalam setiap langkah. Di situlah letak kekuatan kita bukan di kecepatan, tapi di kesadaran.

Oleh: Ahmad Dahlan (Santri Pondok Pesantren Darul Falah Besongo)

REKOMENDASI >