Merawat atau mengurus jenazah adalah serangkaian tata cara yang bertujuan untuk memuliakan jenazah orang yang meninggal. Fikih jenazah memiliki prosedurnya sendiri sebagai spirit ‘memanusiakan’ manusia. Tidak sekadar teori, praktik secara langsung menjadi cara yang konkret agar pengetahuan lebih valid dan terkonfirmasi. Oleh karenanya, umat muslim perlu memahami kaifiyah (tata cara) yang baik dan tepat.
Pada umumnya masyarakat menyerahkan pengurusan jenazah, kepada tokoh agama setempat. Beberapa daerah Jawa menyebutnya modin-mudin, atau kalau di Tegal, lebe. Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menyebut bahwa dalam pemulasaran jenazah terdapat 4 (empat) langkah, di antaranya memandikan, mengkafani, menyalatkan hingga menguburkan.
Meski terlihat sederhana, namun pengurusan jenazah bukan hal yang dapat dilakukan setiap orang. Hal ini karena ada prosedur khusus, termasuk jam terbang-nantinya- dalam mengurus jenazah. Di artikel inilah kita belajar sekilas tentang fikih jenazah.
Proses Memandikan Jenazah
Langkah pertama dalam mengurus jenazah adalah memandikannya dengan penuh kehormatan dan menjaga kerahasiaannya. Selama proses ini, penting untuk menghindari kontak langsung antara anggota tubuh kita dengan tubuh jenazah. Maka -sebagian pendapat- perlu menggunakan sarung tangan. Ini demi menjaga kesucian dan adab yang dianjurkan dalam syariat Islam.
Paling awal adalah membersihkan kotoran atau mungkin najis yang terdapat di tubuh jenazah. Kemudian memandikan, mulai dari kepala, bagian kanan yang dekat dengan kepala, ke kiri, hingga turun ke kaki. Keseluruhan ini adalah satu kali basuhan. Sunnahnya sebanyak tiga kali basuhan.
Jika setelah dimandikan masih ada kotoran yang keluar dari tubuh jenazah, maka wajib disucikan kembali, kecuali jika dianggap sebagai keadaan yang wajar seperti beser. Oleh karena itu, sebaiknya jenazah segera disalatkan setelah dimandikan untuk menghindari kekhawatiran akan adanya kotoran yang keluar kembali.
Seandainya jenazah adalah korban kecelakaan hingga misalnya anggota tubuh hancur, proses memandikan jenazah tetap harus dilakukan sesuai syariat. Dengan demikian, perlu mempertimbangkan kondisi tubuh yang ada. Jika bagian kepala misalnya, masih memungkinkan untuk dibasuh dengan air, maka wajib disucikan dengan cara yang paling berhati-hati agar tidak semakin merusak jenazah.
Namun, jika terdapat bagian yang tidak memungkinkan terkena air karena kondisinya yang parah, maka bagian tersebut dapat disucikan dengan tayamum sebagai bentuk keringanan dalam syariat Islam. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa jenazah harus disucikan semampunya sebelum dikafani dan disalatkan. Oleh karena itu, dalam kondisi tertentu, fleksibilitas dalam tata cara penyucian jenazah menjadi penting agar tetap memenuhi ketentuan agama tanpa menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada tubuh jenazah.
Jenazah yang sebelum meninggal dalam keadaan memiliki hadas besar tetap dimandikan seperti biasa tanpa adanya ketentuan khusus. Proses mandi jenazah sudah mencakup penyucian secara menyeluruh, sehingga tidak diperlukan mandi tambahan. Sementara itu, jika jenazah mengalami autopsi setelah pemakaman, maka tidak perlu dimandikan atau disalatkan ulang. Cukup dikafani kembali dengan layak sebelum dikembalikan ke liang lahat. Dalam praktik memandikan jenazah, terdapat ketentuan bahwa niat memandikan yang sejatinya sunnah menjadi perkara wajib, sementara mewudukan jenazah yang semula sunnah juga menjadi wajib.
Prosedur Mengafani Jenazah
Selanjutnya yakni proses mengafani jenazah dengan memerhatikan beberapa ketentuan agar sesuai tuntunan syariat. Pertama, jenazah harus tertutup seluruh tubuhnya dengan kain kafan. Lalu semua lubang tubuh wajib disumbat dengan kapas untuk mencegah keluarnya cairan. Selain itu, rahang jenazah segera diikat agar mulutnya tidak terbuka.
Dalam tradisi Islam, kain kafan juga disunahkan untuk diberi wewangian agar jenazah tetap dalam keadaan bersih, wangi, dan terhormat hingga proses pemakaman selesai. Lebih lanjut, bagi jenazah laki-laki terdiri dari 3 lapis kain, sementara wanita 5 lapis kain. Kelima kain itu berupa satu helai sarung yang menutupi bagian pusar hingga anggota paling bawah, khimar atau tudung yang menutupi bagian kepala, gamis yang menutupi bagian atas hingga di bawahnya sarung, dan lembar kain yang bisa membungkus seluruh jasad mayit.
Mensalati dan Mengubur Jenazah
Wahbah Zuhaili dalam Fiqhul Islam wa Adillathuhu menyebutkan bahwa hukum Shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban mengamalkannya menjadi gugur setelah ada sebagian muslim yang mengerjakannya. Shalat jenazah dilakukan dengan empat kali takbir.
Kewajiban yang lain bagi seorang muslim yang masih hidup terhadap muslim yang telah meninggal adalah menguburkannya. Jenazah harus dikuburkan dalam lubang yang cukup dalam untuk mencegah bau menyebar dan gangguan binatang buas, serta wajib dihadapkan ke arah kiblat.
Agar lebih sempurna, alangkah baiknya liang kubur dibuat lebih luas dan rapi. Jika tanahnya keras, sebaiknya dibuat liang lahat di sisi kiblat agar jenazah dapat diletakkan dengan baik dan ditutup dengan batu pipih atau papan kayu. Sementara jika tanahnya gembur, lebih dianjurkan membuat belahan di dasar kubur dengan penyangga agar jenazah tidak langsung tertimbun tanah.
Selain itu, jenazah juga disunahkan dimiringkan ke sisi kanan agar tetap menghadap kiblat. Setelah jenazah ditempatkan dengan baik, tali kafannya dilepas mulai dari kepala agar pipi sebelah kanan dari jenazah menempel dengan tanah.
Pada saat meletakkannya di liang lahat disunahkan membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
Dengan demikian, prosesi pengurusan jenazah dapat dilakukan dengan penuh penghormatan, sesuai tuntunan agama, dan tetap menjaga martabat jenazah hingga proses pemakaman selesai. Islam menekankan bahwa setelah wafat, manusia tetap harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya, mencerminkan ajaran yang menjunjung tinggi nilai kemuliaan dan penghormatan terhadap sesama.
Oleh: Najwa Ihda Maulida (Santriwati Ponpes Darul Falah Besongo)
Editor: Zakiyah Kibtiah