
Be-songo.or.id – Pesantren Darul Falah Besongo semarang adakan Seminar perdamian pada Rabu (22/01/2020), yang merupakan salah satu rangkaian acara pascalib dengan mengusung tema “Santri sebagai penggerak toleransi dan Perdamaian” dengan pemateri Tedi Kholiludin selaku direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang dan Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Jawa Tengah.
Dalam pembukaan seminar kali ini Bapak Tedi sapaannya menyampaikan bahwa santri harus mampu menjadikan dirinya sebagai sumber kebahagiaan dengan membagi kebahagiaan. “Cara kita menikmati kebahagiaan adalah dengan membagi kebahagiaan kepada orang lain (share happiness),” tutur direktur eLSA ini.
Bapak Tedi menjelaskan bahwa umat islam saat ini menghadapi banyak tantangan yang besar “Ada banyak tantangan untuk umat islam saat ini yang pertama adalah seorang santri harus memiliki inovasi yang baru yang kedua masih tingginya sikap diskriminasi pada kelompok minoritas dan yang ketiga Indonesia menjadi Negara dengan literasi yang sangat rendah,” ucap aktivis Lakpesdam NU Jateng.
Tantangan yang pertama adalah santri harus memilki banyak inovasi yang baru, dengan mengandalkan kemampuan inovasi, adaptif dan kemandirian. “Di era saat ini santri harus memiliki invovasi yang baru dan berkembang karena realitas kehidupan akan terus berubah seiring berkembangnya zaman,” imbuhnya.
Tantangan kedua adalah adanya perilaku diskriminasi di Amerika disebabkan oleh perilaku orang muslim ditempat lain terhadap non muslim yang berimbas pada muslim di Amerika. “Menurut data 2017 USA research bahwa 75% orang muslim di Amerika mengalami diskriminasi. Diskriminasi ini bukan masalah yang tiba-tiba, tapi akibat yang ditimbulkan dari perilaku kelompok muslim ditempat lain terhadap non-muslim yang berimbas di Amerika,” ungkap Pak Tedi.
Tantangan ketiga kita adalah Indonesia negara dengan literasi yang sangat rendah. Penelitian Sains University menyebutkan dari 65 negara yang disurvei, Indonesia menempati urutan ke 64 dengan tingkat literasi paling rendah. Banyak saat ini anak muda yang banyak yang berkomentar tapi sedikit yag membaca “Surplus comentar devisit baca,” tambahnya.
Penulis: Rifka Nur Fadhliyah
Editor: Rifky Priatna