(Oleh: Taufiq Abdillah)*
SDG’s (Sustainable Development Goals) adalah agenda kesepakatan global untuk menciptakan tujuan pembangunan berkelanjutan. SDG’s memiliki tujuh belas tujuan, dua diantaranya adalah Memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua. Tujuan nomor 4, tentang pendidikan bermutu dan mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua level. Tujuan nomor 16, tentang perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kuat. Dua tujuan tersebut memiliki karakater erat dengan unsur pesantren, santri dan NKRI.
Indonesia yang memiliki tradisi pendidikan khas berupa pendidikan pondok pesantren dapat dijadikan sebagai bekal sekaligus “role model” untuk mewujudkan SDG’s di dalam negeri bahkan di tingkat global. Pada umumnya, pondok pesantren memiliki sistem pendidikan yang komprehensif disemua lini kehidupan yang inklusif. Sistem dan tata kelola pendidikan berbasis “boarding school” serta pendidikan yang kental akan religi Islam dan karakter mulia mampu mencetak generasi santri yang memiliki kapasitas keilmuan yang relevan terhadap implementasi kehidupan dalam bermasyarakat. Selain itu, pendidikan “life skill” yang diterapkan di pondok pesantren juga menjadi bekal santri untuk bisa setara dengan kemajuan informasi dan teknologi global.
Santri milenial sebagai generasi santri yang hidup di era pesatnya kemajuan teknologi informasi harus berperan aktif dalam menjadi pelopor perdamaian dunia. Terutama, berperan melawan dan mencegah informasi hoaks atau berita bohong. Sebagai santri yang dibekali ilmu dan memiliki kapasitas keagamaan dari pondok pesantren, sudah semestinya mampu bertabayun atas berita-berita yang tersebar di media informasi maupun media sosial. Bertabayun atau mencari kebenaran atau klarifikasi adalah etika yang diajarkan Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam dalam menerima infromasi apapun. Bertabayun dapat menghindarkan fitnah, kebohongan, dan kerusakan sosial dalam masyarakat.
Era saat ini, dimana kemajuan teknologi informasi semakin pesat, akses informasi semakin mudah didapat, penyebaran dan publikasi data dan infromasi semakin mudah dan transparan dengan adanya sosial media yang bermacam-macam, dibutuhkan kendali dan manajemen diri dalam setiap pribadi manusia diseluruh dunia dalam mengakses media sosial dan informasi. Kendali dan manajemen diri pada santri milenial sudah terasah selama mondok di pesantren dengan kongkow dan ngopi membahas segala hal bersama teman-teman santri lain. Peran manajemen diri untuk bertabayun terhadap informasi hoax atau berita bohong adalah salah satu kunci dalam menebar kedamaian mencegah fitnah dalam masyarakat. Sebagai salah satu wujud dari implementasi tujuan SDG’s ke 16 perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kuat.
Peran sebagai salah satu agen perdamaian dalam memberantas penyebaran hoax atau berita bohong perlu diimbangi dengan penguasaan teknologi informasi yang mumpuni serta dapat memanfaatkannya secara bijak. Salah satunya adalah pemanfaatan media sosial yang sangat “up to date”. Santri harus mampu menjadi pelopor perdamaian dalam bermedsos. Saat ini media sosial (medsos) menjadi media yang paling empuk dalam penyebaran berita bohong atau hoax. Pandai mengambil sikap untuk tidak gegabah menerima informasi begitu saja dan tidak gegabah untuk menyebarkannya dalam bermedsos merupakan langkah awal dalam bertabayun. Memeriksa dan mencari kebenaran berita terlebih dahulu sebelum mempublikasikan atau berbagi informasi kembali kepada orang lain adalah bagian dari tabayun.
Pondok pesantren berperan penting sebagai lembaga dalam mencetak generasi santri yang memiliki kapasitas kesatuan ilmu pengetahuan. Peran ini perlu didukung untuk mewujudkan SDG’s 2030 di Indonesia. Keberlanjutan dalam mencetak kader-kader bangsa yang berkarakter nusantara dipelopori oleh pondok pesantren. Secara tidak langsung pondok pesantren sudah menerapkan tujuan SDG’s 2030 di Indonesia yang secara konsisten mempertahankan tradisi keilmuan yang luhur secara turun temurun melalui kelembagaan pendidikan non formal yang diakui di Indonesia. Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat mendukung akan eksistensi pondok pesantren dalam menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah dan fungsi pengabdian kepada masyarakat yang dibuktikan dengan adanya ndang-undang nomor 18 tahun 2019 tentang Peantren. Hal ini adalah bukti bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat serius dalam mengimplementasikan tujuan dari SDG’s 2030.
Pondok pesantren dalam menjalankan fungsi pengabdian masyarakat tidak terlepas dari sumber daya santri yang terdidik. Santri dididik di dalam pondok pesantren dengan komplektisitas suasana, berhadapan dengan karakter teman-teman santri yang beragam dan dari latar belakang yang berbeda, hal ini dapat disebut sebagai laboratorium masyarakat. Di dalam pondok pesantren santri terbiasa dengan “penggemblengan” untuk menumbuhkan mental yang kuat ketika menghadapi ujian atau hinaan dalam masyarakat. Selain itu, hikmah dari “penggemblengan” ini dapat menumbuhkan sifat sabar dan lebih berhati-hati dalam menjalani hidup didalam masyarakat, serta menumbuhkan sifat “legawa” atau lapang dada dalam menerima rezeki ataupun musibah dengan selalu bersyukur kepada Allah Subhanallahu Ta’ala. Hikmah ini lah yang menjadi bekal santri dalam mengimplementasikan keilmuan di masyarakat. Dengan ini santri milenial memiliki nilai lebih selain “melek” teknologi, memiliki “life skill” juga memiliki mental yang tangguh untuk menebar perdamaian di masyarakat.
Sebagai negara yang terkenal akan toleransi dan perdamaian, Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki tantangan untuk menjadi “role model” bagi negara di dunia dalam mewujudkan tujuan SDG’s 2030. Dengan bekal tradisi pendidikan kepesantrenan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat mewujudkan salah satu cita-cita SDG’s 2030 untuk pembangunan dunia yang berkelanjutan dalam nuansa persatuan dan perdamaian. Perdamaian akan menciptakan energi positif di setiap manusia sehingga terwujud persatuan dan kesatuan global yang terpadu untuk bersinergi mewujudkan tujuan dan cita-cita SDG’s 2030.
–
*Juara 2 Lomba Artikel Akhirusanah 2020 (Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Walisongo Semarang & Mahasantri Darul Falah Besongo Semarang).