Kerusakan lingkungan merupakan salah satu isu global yang semakin meresahkan. Dampaknya tidak hanya mengancam keseimbangan ekosistem, tetapi juga menempatkan kehidupan manusia dalam bahaya. Oleh karena itu, diperlukan upaya nyata untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan melalui pendidikan yang berperan penting dalam mencegah perusakan lebih lanjut sekaligus memperbaiki kondisi yang sudah terjadi.
Pendidikan lingkungan hidup bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan membentuk perilaku ramah lingkungan dalam komunitas. Dengan pendekatan yang sistematis dan berbasis spiritual, pendidikan ini dapat menjadi solusi dalam menghadapi krisis ekologi yang semakin kompleks.
Sebagai lembaga pendidikan berbasis Islam, pesantren memiliki potensi besar untuk menginternalisasi nilai-nilai keberlanjutan melalui pengintegrasian pendidikan lingkungan dan spiritual. Konsep eco-pesantren menjadi solusi inovatif untuk menciptakan generasi santri yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga memiliki kesadaran ekologis yang tinggi (Mandra & Ismail, 2022).
Eco-pesantren adalah model pendidikan yang berupaya menyeimbangkan ilmu duniawi dan ukhrawi. Dengan pendekatan ini, santri diajarkan untuk menerapkan konsep Islam rahmatan lil ‘alamin, yang tidak hanya berorientasi pada ibadah mahdhah (ritual) tetapi juga ibadah ghairu mahdhah (interaksi sosial dan lingkungan).
Langkah awal dalam implementasi eco-pesantren adalah dengan menanamkan pemahaman tentang pendidikan lingkungan melalui konsep ekoliterasi. Dengan memahami prinsip-prinsip ekologi, santri dan komunitas pesantren dapat berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan menerapkan pola hidup yang lebih selaras dengan alam.
Prinsip Ekoliterasi dalam Eco-Pesantren
Ekoliterasi pada dasarnya adalah menanamkan kemampuan memahami prinsip dasar ekologi untuk hidup selaras dengan alam. Pemahaman ini sangat penting dalam mendukung pengimplementasian eco-pesantren, yaitu konsep pesantren yang menerapkan nilai-nilai keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami prinsip-prinsip ekologi, individu di dalam pesantren dapat membangun kesadaran lingkungan dan menerapkannya dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pengelolaan limbah, konservasi energi, serta pemanfaatan sumber daya alam secara bijak.
Salah satu prinsip utama dalam ekoliterasi adalah Jaringan Kehidupan (Interconnectedness), yang menekankan bahwa semua makhluk hidup saling terkait dalam jaringan kehidupan yang kompleks. Tidak ada satu pun makhluk yang dapat hidup sendiri tanpa bergantung pada lingkungan sekitarnya. Setiap perubahan dalam suatu ekosistem dapat memberikan dampak pada komponen lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pemahaman tentang keterkaitan ini akan membantu manusia dalam mengambil keputusan yang tidak merusak keseimbangan alam (Hannah, B., & Varuneshwaran, S., 2024).
Prinsip kedua adalah Daur Ulang (Recycling), yang menunjukkan bahwa alam memiliki sistem untuk mendaur ulang semua material dalam ekosistem. Dalam lingkungan alami, tidak ada yang benar-benar menjadi sampah, karena setiap unsur akan kembali ke sistem dan digunakan kembali oleh organisme lain.
Konsep ini bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pengolahan sampah organik menjadi kompos atau penggunaan kembali bahan-bahan yang masih dapat dimanfaatkan. Dengan menerapkan prinsip ini, eco-pesantren dapat mengurangi limbah dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih serta berkelanjutan.
Selain itu, terdapat prinsip Keseimbangan Dinamis, yang menegaskan bahwa ekosistem selalu berkembang melalui keseimbangan yang terus berubah. Tidak ada kondisi lingkungan yang benar-benar statis, karena setiap makhluk hidup terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Jika terjadi gangguan, ekosistem akan berusaha menemukan titik keseimbangan baru. Pemahaman ini penting agar manusia tidak mengganggu keseimbangan tersebut secara drastis, misalnya dengan deforestasi yang berlebihan atau eksploitasi sumber daya alam tanpa perhitungan.
Prinsip lainnya adalah Keragaman (Diversity) dan Ketahanan (Resilience). Keberagaman spesies dalam suatu ekosistem berperan dalam menjaga stabilitas lingkungan dan memastikan ekosistem tetap berfungsi dengan baik. Semakin beragam suatu ekosistem, semakin besar kemampuannya untuk bertahan dari gangguan eksternal.
Sementara itu, ketahanan ekosistem mencerminkan kemampuannya untuk beradaptasi terhadap perubahan, baik yang disebabkan oleh faktor alami maupun aktivitas manusia. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, eco-pesantren dapat membangun kesadaran lingkungan yang kuat dan menciptakan pola hidup yang lebih harmonis dengan alam.
Implementasi Habit Ramah Lingkungan di Pesantren
Selain adanya pemahaman, dibutuhkan juga praktik keseharian melalui habit yang bisa diterapkan. Habitus pada eko-pesantren mencerminkan pola pikir, kebiasaan, dan perilaku yang dibentuk oleh tradisi Islam dan praktik lingkungan yang diajarkan oleh kyai. Sebagai pemimpin spiritual dan sosial, kyai memanfaatkan otoritasnya untuk menginternalisasi nilai-nilai ekoliterasi dan ekoteologi pada santri. Kyai dan keluarganya menjadi contoh dalam menerapkan kebersihan, pelestarian alam, dan harmoni antara manusia dengan lingkungan.
Santri berperan sebagai kader lingkungan, dengan habitus yang terbentuk melalui pendidikan berbasis ekologi dan spiritualitas. Nilai-nilai ini didukung oleh modal pesantren, seperti tradisi Islam ramah lingkungan (fiqh al-bi’ah) dan legitimasi moral kyai untuk menggerakkan komunitas menuju keberlanjutan (Aprilia, et al., 2021). Pendekatan ini relevan dengan prinsip ekoliterasi yaitu keterhubungan, keseimbangan dinamis, dan keberlanjutan serta ekoteologi, yang menekankan bahwa alam adalah ciptaan ilahi yang harus dihormati dan dilestarikan.
Adapun dalam pengimplementasiannya dapat melalui 4 praktik pengorganisasian, yaitu:
1. Head (Kognitif)
Memahami prinsip-prinsip ekologi yang telah dijelaskan, seperti keterhubungan, siklus alami, keseimbangan dinamis, dan keberlanjutan.
2. Heart (Emosi)
Menumbuhkan rasa cinta dan kepedulian terhadap alam melalui pengalaman emosional yang mendalam.
3. Hands (Tindakan)
Mengajarkan keterampilan yang mendukung keberlanjutan, seperti daur ulang, bercocok tanam, dan pengelolaan sumber daya.
4. Spirit (Spiritualitas)
Mendorong refleksi spiritual tentang hubungan manusia dengan alam sebagai bagian dari jaringan kehidupan.
Eco-pesantren berbasis dialektika ecoliteracy dan Islamic ecosophy memberikan kerangka pendidikan yang sistemik dan holistik. Aktualisasi melalui habitus dan pendekatan head, heart, hand, and spirit dapat memperkuat internalisasi nilai ekologis dan spiritual di pesantren.
Pengembangan kurikulum berbasis pendidikan holistik dan habitus ekologis. Mendorong replikasi eco-pesantren sebagai model pendidikan keberlanjutan di Indonesia. Maka dengan itu, pesantren harus menjadi garda terdepan dalam penerapan fiqih lingkungan. Dapat dimulai dengan hal kecil seperti makan sampai habis tanpa sisa, karena makanan sisa dapat menjadi penyumbang gas metan yang menyebabkan penipisan ozon.
Selain itu bisa dengan memulai kebiasaan untuk hemat air, pemanfaatan limbah air wudlu, tidak membakar sampah, pemilahan sampah organik dan anorganik. Dengan adanya kedisiplinan dalam penerapan dan pembiasaan fiqih lingkungan di pesantren, kelestarian lingkungan dimasa depan akan tergapai.
Oleh: Ghufron (Santri Ponpes Darul Falah Besongo)
Editor: Zakiyah Kibtiah