Pagi yang cerah, sinar matahari perlahan muncul menyemburkan semburat sinarnya. Di sebuah rumah kecil bernuansa modern, hiduplah seorang anak bernama Aufi, seorang siswa kelas X SMA Nusa Selatan. Di sekolah, dia dikenal sebagai siswa yang nakal dan bandel. Ia juga tidak pernah mendengarkan pelajaran, sering bolos sekolah, dan paling parahnya, sering melawan guru.
Di suatu hari, lebih tepatnya ketika mata pelajaran Matematika yang diampu oleh Pak Firki sedang berlangsung, Aufi tidur di bangkunya dengan suara dengkuran yang sangat keras. Pak Firki, yang sedang mengajar siswa-siswa yang lain, merasa terganggu dan memutuskan untuk menghampiri Aufi.
Dengan membawa penggaris, Pak Firki membentak, “Aufi!!! Bangun!!!” sambil mengayunkankan penggarisnya ke meja Aufi.
Namun, setelah pukulan penggaris yang keras itu, Aufi tetap tidak berkutik dan tidur dengan lelap.
“Ini anak apa kebo?!” heran Pak Firki.
“Aufi!!! Bangun!!!” bentaknya lagi sambil menyabetkan penggaris untuk kedua kalinya.
“Emang begitu si Aufi, Pak. Kalau udah tidur gak akan bangun kecuali kalau denger bel,” ucap Ahan, kawan sebangku Aufi.
“Ooo… Begitu ya. Terima kasih infonya, Ahan,” puji Pak Firki.
Kemudian, Pak Firki meninggalkan kelas tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kring!!! Kring!!!
Suara bel berbunyi kencang, membuat para siswa kebingungan.
“Loh, ini kan masih jam 8, kok udah istirahat ya?” tanya Windy, siswi yang duduk di belakang bangku Ahan dan Aufi.
“Iya juga, aneh,” tanggap Ahan.
Tapi yang lebih mengejutkan lagi, Aufi, yang sedari tadi tidur dengan suara ngorok keras, bangun dengan wajah segar dan siap untuk pergi keluar kelas.
“Eh, mau ke mana, Fi?” tanya Windy.
“Mau istirahat, Win. Emang lu gak denger bel barusan?” jawab Aufi dengan santainya.
Tanpa pikir panjang, Aufi segera melanjutkan langkahnya menuju pintu kelas. Tapi dia tidak tahu bahwa sebenarnya yang membunyikan bel adalah Pak Firki, guru matematika yang tadi. Pak Firki sudah berencana menjebak Aufi dengan membunyikan bel supaya Aufi bangun dan pergi keluar kelas.
Ketika Aufi hampir sampai di pintu kelas…
“Bwaa!!!” teriak Pak Firki.
Aufi yang kaget terlontar ke belakang dan jatuh ke lantai dengan wajah terkejut dan cemas.
“Bapak kenapa? Kalau saya jantungan gimana? Bapak mau tanggung jawab? Mau nikahin saya?” ucap Aufi dengan nada bercanda.
“Siapa juga yang mau nikahin kamu, dasar. Bapak di sini mau kasih kamu hadiah,” jawab Pak Firki dengan senyum lebar di wajahnya.
“Wah, kebetulan banget. Hadiah apa tuh, Pak?” tanya Aufi dengan antusias.
Kemudian, Pak Firki mengeluarkan penggaris panjang dari kantong ajaib Doraemon – kira-kira panjangnya dua meter.
“Penggaris? Buat apa, Pak?” Aufi bertanya-tanya.
Tanpa pikir panjang, Pak Firki memukulkan penggaris itu ke pantat Aufi dengan kencang.
Aufi yang sadar sedang dihukum berusaha lari dari Pak Firki. Namun, usahanya gagal. Pak Firki memegangi kerah bajunya dan terus memukuli pantat Aufi sampai dia sadar akan perilakunya.
“Pak… Ampun, Pak… Aufi janji gak bakal tidur lagi di kelas…” ucap Aufi memohon dengan wajah penuh rasa belas kasihan.
Pak Firki sebagai seorang guru tidak ingin murid-muridnya bermalas-malasan, termasuk Aufi. Karena kemalasan seseorang hari ini dapat menjadi penyebab kegagalan seseorang di masa depan.
Oleh: Muhammad Taufiq Hidayat
Editor: Zakiyah Kibtiah