Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) yang diperingati setiap tanggal 2 mei bukanlah sekedar seremonial tahunan, tetapi momen refleksi tentang sejauh mana pendidikan di negeri ini telah berjalan dan kemana arah yang ingin di tuju. Tanggal ini dipilih untuk menghormati kelahiran Ki Hajar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia. Beliau bukan hanya sebagai pendiri Taman Siswa, tetapi juga peletak dasar filosofi pendidikan yang memanusiakan manusia. Gagasan besarnya yang sangat familiar dan masih relevan hingga hari ini adalah: “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” semboyan berharga yang kemudian menjadi motto Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ini memiliki makna seorang pemimpin harus menjadi contoh yang baik, harus bisa memotivasi orang sekitarnya, dan harus mendukung dan memberi dorongan kepada orang-orang di belakangnya.
Istilah ini mulanya di dapat dari pengalaman Ki Hajar Dewantara dalam menjalani pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Beliau mempelajari dua sistem pendidikan dari tokoh terkenal, yaitu Maria Montessori dari Itali dan Rabindranath Tagore dari India. Dengan gabungan dari sistem kedua tokoh tersebut, Ki Hajar Dewantara menemukan konsep yang harus diikuti dan menjadi karakteristik utama, yaitu “Patrap Guru” yang artinya adalah perilaku guru atau pemimpin yang menjadi contoh baik bagi murid dan masyarakat umum.
Tak bisa dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu banyak kemajuan telah dicapai, akses pendidikan semakin luas, teknologi mulai masuk ke ruang-ruang kelas, dan Kurikulum Merdeka memberi napas baru dalam metode belajar sesuai dengan minat dan potensi. Namun, masih ada kesenjangan kualitas pendidikan antara kota dan desa, keterbatasan fasilitas, serta tantangan kesejahteraan pendidik. Belum lagi tekanan akademik dan kurangnya ruang bagi peserta didik untuk berekspresi dan belajar dengan cara yang menyenangkan. Masa depan pendidikan bukan hanya tugas pemerintah atau sekolah, tetapi juga tanggung jawab semua pihak seperti orang tua, masyarakat, dan dunia usaha. Ketika semua pihak bersatu, pendidikan akan tumbuh lebih kokoh.
Di Hari Pendidikan Nasional ini mari kita semai harapan bahwa pendidikan Indonesia akan merata dan inklusif, agar setiap orang memiliki kesempatan yang adil untuk belajar dan tumbuh. Pendidikan adalah harapan bahwa generasi mendatang akan lebih bijak, lebih berdaya, dan lebih manusiawi. Setiap kita harus bisa menjadi bagian dari agent of change yaitu seseorang yang menjadi pemicu, pendorong, atau pelopor perubahan dalam suatu sistem, organisasi, masyarakat, atau lingkungan. Di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan dibelakang memberi dorongan. Karena pada dasarnya, membangun pendidikan adalah membangun masa depan Indonesia, bukan soal hari ini saja, tetapi akan seperti apa wajah Indonesia pada sepuluh, dua puluh, atau bahkan lima puluh taun mendatang.
Oleh: Aldiva Manzilatul Khoiriah (Santriwati Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang)
Editor: Zakiyah Kibtiah