Sedulur papat kakang kawah adi ari-ri
Patang sudut kalimo pancer yang mengiringi
Di dalam ruangan gelap terdengar suara bayi
Darah dan selendang membalut rasa nyeri
Menyatu di genggaman tangan yang keriput
Setiap air mata insan menghantarkan wejangan hidup
Terlahir sesosok kesatria dengan mulut yang ternga-nga
Berdampingan dengan napas ibu yang terengah-engah
Burung-burung berkicauan dengan merdu
Menandakan matahari siap berlabuh
Aku berjalan menyusuri galangan ladang padi
Sembari menerjang kumpulan kabut yang berinai-rinai
Dari seberang terdengar suara yang mengandung enigma
Bagaikan burung yang setiap hari berkicauan
Tanpa ku ketahui satu syairpun maknanya
Terlihat seorang anak kecil tengah menggayuh sepeda tua
Bersama dengan suara tawanya yang lepas tanpa kebohongan
Dia membuka mulutnya lebar-lebar “HA HA HA HA HA..”
Setiap tatapan matanya awas tertuju mengarah ke depan
Namun sesekali ia menoleh kebelakang dengan senyuman
Tak dapat ku duga
Terlihat dari kejauhan tersaut senyuman tipis
Penanda segala beban kehidupan dapat tertepis
Dari balik senyuman nampak sesosok perempuan duduk menyamping
Menggendong ceting dengan selendang kusut
Sesekali dia merapalkan kata dengan lemah lembut
Sembari mengelus-elus kepala insan yang membocengkannya
Dengan tangan keriput dan mata berkaca-kaca bahagia
Matahari mulai monyongsongkan swatimitanya
Pertanda sang bentala akan menjadi gelap gulita
Aku berjalan menyusuri jalan yang mulai sepi
Dari belakang terdengar suara gemprincing besi
(krincing-krincing…..krincing-krincing….)
Seketika aku berbalik dan melambaikan tangan
Turun seorang anak dengan ibunya dari sepeda tua
Dalam qolbu Aku terkejut “bukankah kamu anak yang tadi?”
Aku bertanya “Apa yang kamu kerjakan tadi pagi?
Bukankah seharusnya pagi tadi kamu sekolah?”
“Aku tak bersekolah, Aku lebih suka membantu ibuku yang rimpuh
Mengantar dan menjual dagangannya berharap supaya laku
Aku tak pernah berfikir mendapatkan pendidikan
Sedangkan ibuku masih terselimuti rasa susah dan penderitaan
Aku tak mau menambah beban orang yang melahirkan ku
Dengan tuntunan panjang kehidupan serta uang saku
Bagaikan anak burung yang diberi susu
Namun dia balas dengan rasa pahitnya empedu“
Oleh: Ilham M. ( Santri Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang)