Be-songo.or.id

Alibi.

Disudut sore tempo hari.

Ditengah pengap yang mengukus, gerah.

Dengan kepala penuh kupu-kupu alih-alih taman

Aku sekonyong-konyong bertanya pada Ibu.

 

Tentang hujan

Yang sudah lama meninggalkan kita.

O, ya. Konon katanya dunia sudah semakin uzur

Mirip seperti ibu, mirip sepertiku.

Dan dua umat kesayangan Tuhan di sudut Bumi lain sedang bertarung.

 

Ibu hanya menjawab setengah bergurau.

“Mungkin dia marah karena namanya sering dijadikan alasan kamu nggak masuk ngaji.”

Aku tertawa pendek.

“Haha.”

Ku tertegun lagi memandangi pohon delima kering

Yang kini dahannya getas

Padahal dia merona nian dahulu.

 

Ibu benar.

Mungkin hujan ngambek

Kini aku merasa bersalah kepada hujan.

Dan merasa kasihan dengan delima.

Yang bertelekan lemas dengan lengannya

Menunggu hujan pulang.

 

Jika aku tahu masa tua akan sepanas ini

Maka mungkin dulu aku akan lebih memilih mati di pangkuanmu.

Atau mati di masa-masa sulit, masa pembebasan itu.

Tanpa peduli lagi dengan harapan

Tapi sayang

Maut tidak mau mengajakku jalan-jalan.

 

 

Sajak pertama yang diciptakan Ekajata.

Sekaligus karya pertama yang terbit

Sejak hiatusnya empat tahun lalu