Be-songo.or.id

KH Imam Taufiq: Kekerasan dalam Keluarga Keluar dari Khittah Sakinah, Mawaddah, Warahmah.

(pinterest/geledes)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kini kembali menjadi topik pembahasan warga internet pasalnya problem tersebut ramai sampai ke lini publik figur. Melihat fenomena tersebut membuat adanya perspektif tersendiri dalam mengkaji makna pernikahan dan hubungan di dalamnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah (Dafa) Besongo Semarang Abah Imam Taufiq mengatakan, melihat fenomena beberapa pasangan suami istri yang mengajukan aduan ke pihak berwajib, bahkan ada yang meminta gugatan cerai atau tindakan pidana kekerasan, menurut saya ada beberapa hal yang perlu di cermati.

“Pertama, bagaimana membangun kontruksi pernikahan. Pernikahan itu sebuah komitmen, sebuah relasi yang spiritual, sakral dan unik. Sakral karena dimulai akad nikah sampai seterusnya dibangun berdasarkan sebuah niat yang didedikasikan untuk Allah SWT,” ucapnya.

“Niat nikah itu tidak ada alasan, kecuali lillahi ta’ala. Ketika itu muncul, maka janji yang diucapkan janji sakral. Kalo janjinya kepada Allah, maka komitmennya harus juga sangat tinggi untuk membangun keluarga yang tenang, nyaman harmonis dan bahagia,” tambahnya.

Abah Imam Taufiq yang juga Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menjelaskan, secara spiritual, dimaknai pula bahwa nikah itu ibadah. Yang melakukannya dengan niatan tulus kepada Allah SWT dan memberikan kasih sayang, saling membangun relasional yang seimbang, kesetaraan, bersama-sama mengarungi hidup yang baik, itu ibadah.

“Jadi bukan sekedar urusan syahwat, apalagi urusan popularitas. Untuk itu, ketika niatnya untuk popularitas maka itu sudah berbeda, salah,” jelasnya.

Lanjutnya, ketiga, unik. Nikah itu sederhana, aspeknya itu tidak sekedar urusan seremonial, tetapi urusan pribadi, urusan ranjang..

“Urusan ranjang yang semula haram, kemudian dihalalkan dengan niat nikah. Tapi dampak yang semula haram menjadi halal dengan niat akad nikah ini berdampak kepada dirinya, masa depannya, masyarakatnya dan membangun sebuah keluarga. Karena itu betapa kontribusi nikah menjadi sangat penting,” lanjutnya.

Disampaikan, 3 aspek tersebut memperjelas adanya relasi suami dan istri harus diliputi dengan balutan sakinah (kedamaian), mawaddah (kebahagiaan) dan warahmah (cinta).

Sakinah itu apa? Cinta kasih sayang. Kalo orang sudah cinta, sudah kasih, maka sebetulnya cuman satu. Memberikan yang terbaik, memberikan ramah kasih kepada orang yang dicintainya tersebut. Saling mencintai, saling memberikan pengalaman, tidak ada politis, tidak ada popularitas, tidak ada kepentingan tertentu, apalagi kemudian muncul aspek-aspek yang berbasis kekerasan,” jelasnya.

Dikatakan, Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan, khoirukum khoirukum li ahlihi wa anaa khoirukum li ahlii.

“Beliau menjawab, (yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik dalam memperlakukan istri dan anak-anaknya, dan aku adalah yang terbaik dalam memperlakukan istri dan anak-anakku). Jadi, ketika sudah ada rasa, tapi tidak bisa mengayomi, maka sebenarnya ada sisi yang tidak benar,” terangnya.

Menurut beliau, fenomena hari ini kekerasan tidak mengenal siapa yang menjadi subjek ataupun objek. Karena tindakan kekerasan memang tidak dibenarkan oleh agama maupun negara.

“Itu adalah penyimpangan misi, penyimpangan niat utama yaitu membangun keluarga yang relasional, saling memberikan cinta kasih dan membangun masa depan yang baik. Mana mungkin dibangun dengan suasana yang penuh ancaman apalagi kekerasan. Maka dari sisi agama tidak boleh, tidak ada perintah apalagi dasar untuk berbuat kekerasan,” pungkasnya.

Oleh: Divisi Kajian dan Riset Besongo Online 2022