Be-songo.or.id

KOPRI Jateng Goes to Pesantren: Santri Merdeka dari Kekerasan Seksual

KOPRI Jateng berkolaborasi dengan Ponpes Darul Falah Besongo mengadakan sosialisasi mengenai kekerasan seksual (17/07/2024). Acara tersebut diadakan di asrama B9 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran santri tentang kekerasan seksual dan pentingnya kesetaraan gender dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di lingkungan pesantren.

Abah Imam dalam sambutannya menyatakan bahwa Pesantren Darul Falah Besongo selalu menjunjung tinggi kesetaraan dalam mengelola dan me-manage aktivitas di pondok. Beliau menekankan bahwa problem utama adanya kekerasan adalah dominasi peran laki-laki dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di dunia pesantren.

“Ponpes Darul Falah Besongo dijadikan sebuah pesantren yang menjunjung tinggi kesetaraan dalam mengelola dan me-manage aktivitas di pondok,” tutur Abah Imam dalam sambutannya.

Konsep Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual mencakup segala tindakan fisik maupun nonfisik yang dapat menimbulkan kerugian, baik secara fisik maupun psikologis. Kekerasan seksual terjadi ketika tindakan tersebut dilakukan tanpa konsen atau persetujuan, sehingga merugikan korban. Menurut Kristiani (2014), kekerasan seksual merujuk pada perbuatan yang tidak wajar dan menimbulkan kerugian serius bagi korban. Data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa dari tahun 2001 hingga 2011 terdapat 93.960 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan di Indonesia. Artinya, setiap hari setidaknya terdapat 35 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.

Jenis Kekerasan Seksual

Menurut Komnas Perempuan, terdapat 15 jenis kekerasan seksual yang perlu diwaspadai. Berikut uraian dari setiap jenis kekerasan seksual tersebut:

  1. Pemerkosaan, yakni tindakan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan dari korban, sering kali melalui kekerasan fisik atau ancaman. Pemerkosaan dapat terjadi dalam berbagai situasi dan terhadap siapa saja. “Sembilan dari sepuluh korban kekerasan seksual merupakan laki-laki. Hal tersebut menunjukkan bahwa korbannya bisa menimpa siapa saja tidak hanya perempuan,” jelas salah satu anggota KOPRI Jateng saat pemaparan materi.
  2. Intimidasi atau ancaman pemerkosaan, yakni bentuk kekerasan seksual yang melibatkan ancaman untuk melakukan pemerkosaan.
  3. Pelecehan seksual, yakni tindakan yang bersifat seksual, baik verbal maupun fisik, yang tidak diinginkan dan membuat korban merasa tidak nyaman atau terhina. Contohnya termasuk catcalling, komentar seksual yang tidak pantas, dan sentuhan yang tidak diinginkan.
  4. Eksploitasi seksual, yakni pemanfaatan seseorang untuk keuntungan seksual tanpa persetujuan mereka.
  5. Perdagangan perempuan dengan tujuan seksual, yakni perdagangan manusia di mana perempuan dipaksa atau diperdaya untuk tujuan eksploitasi seksual.
  6. Prostitusi paksa, yakni memaksa seseorang, biasanya perempuan atau anak-anak, untuk melakukan prostitusi melalui kekerasan, ancaman, atau manipulasi.
  7. Perbudakan seksual, yakni bentuk eksploitasi seksual di mana seseorang dipaksa menjadi budak seksual. Korban perbudakan seksual sering kali diperlakukan sebagai properti dan dipaksa melakukan aktivitas seksual tanpa batasan waktu atau hak.
  8. Pemaksaan perkawinan, yakni tindakan memaksa seseorang untuk menikah tanpa persetujuan mereka.
  9. Pemaksaan kehamilan, yakni memaksa seseorang untuk hamil atau mempertahankan kehamilan tanpa persetujuan mereka. Ini termasuk kekerasan dalam rumah tangga di mana pelaku memaksa pasangan mereka untuk hamil sebagai bentuk kontrol.
  10. Pemaksaan aborsi, yakni memaksa seseorang untuk melakukan aborsi tanpa persetujuan mereka.
  11. Pemaksaan sterilisasi atau kontrasepsi, yakni memaksa seseorang untuk menjalani sterilisasi atau menggunakan kontrasepsi tanpa persetujuan mereka.
  12. Penyiksaan seksual, yakni kekerasan fisik yang dilakukan dengan tujuan seksual, sering kali untuk menimbulkan rasa sakit atau penghinaan pada korban. Penyiksaan seksual dapat menyebabkan cedera fisik yang serius dan trauma psikologis.
  13. Penyiksaan yang tidak manusiawi dan bernuansa seksual, yakni tindakan kekerasan yang kejam dan tidak manusiawi dengan elemen seksual.
  14. Praktik tradisi yang bernuansa seksual, yakni praktik budaya atau tradisi yang melibatkan kekerasan seksual atau eksploitasi seksual, seperti pernikahan anak, mutilasi genital perempuan, atau ritual lainnya yang melibatkan unsur seksual tanpa persetujuan.
  15. Kontrol Seksual, yakni upaya untuk mengontrol perilaku seksual seseorang melalui ancaman, kekerasan, atau manipulasi. Kontrol seksual dapat melibatkan pelarangan aktivitas seksual tertentu atau memaksa aktivitas seksual tertentu.

Selain itu, terdapat pula kekerasan seksual berbasis gender online (KBGO), yaitu pelecehan yang dilakukan secara online.

Faktor Penyebab Kekerasan Seksual

Terdapat beberapa faktor yang mendorong seseorang melakukan tindak kekerasan seksual, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Moralitas rendah. Seseorang dengan moralitas rendah mungkin tidak memiliki norma etika atau prinsip moral yang kuat, sehingga tidak mampu membedakan antara perilaku yang benar dan salah. Mereka mungkin menganggap tindakan kekerasan seksual sebagai hal yang dapat diterima atau bahkan normal. Bahkan, seseorang yang memiliki pengetahuan yang tinggi juga bisa melakukan kekerasan seksual jika ia tidak memiliki moralitas yang tinggi.
  2. Rasa berkuasa. Seseorang yang berada dalam posisi kekuasaan, seperti atasan di tempat kerja, guru di sekolah, atau pemimpin agama, mungkin menyalahgunakan posisi mereka untuk memaksa atau mengintimidasi orang lain melakukan tindakan seksual. Kekuasaan yang dimiliki memungkinkan mereka untuk mengendalikan dan memanipulasi korban.
  3. Ketimpangan relasi kekuasaan. Dalam masyarakat yang masih memegang nilai-nilai patriarkal, laki-laki sering kali diberi posisi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Ketimpangan ini menciptakan situasi di mana laki-laki merasa memiliki hak untuk mengendalikan dan memaksa perempuan, termasuk dalam konteks seksual.

Mengapa Kekerasan Seksual Harus Dilawan?

Kekerasan seksual merupakan tindakan yang dilarang dalam agama Islam. Islam sangat menjunjung tinggi konsep rahmatan lil ‘alamin yang berarti rahmat bagi seluruh alam. Konsep Rahmatan lil ‘Alamin adalah sebagai berikut:

  1. Rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan bahwa agama ini membawa rahmat dan kebaikan bagi seluruh alam, bukan hanya bagi umat muslim, tetapi juga bagi seluruh umat manusia dan makhluk hidup. Tindakan kekerasan seksual bertentangan dengan prinsip ini karena menimbulkan penderitaan dan kerugian bagi korban.
  2. Kesejahteraan masyarakat. Prinsip rahmatan lil ‘alamin menekankan pentingnya menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil, dan harmonis. Kekerasan seksual merusak kesejahteraan individu dan masyarakat, sehingga harus dilawan untuk mencapai tujuan ini.

Langkah yang Harus Dilakukan Ketika Mengalami atau Melihat Kekerasan Seksual

Najwa Shihab dalam program Narasi menjelaskan konsep 5D yang bisa dilakukan ketika mengalami atau melihat kekerasan seksual:

  1. Ditegur, menegur pelaku secara langsung jika memungkinkan.
  2. Dialihkan, mengalihkan perhatian pelaku atau korban.
  3. Dilaporkan, melaporkan kejadian kepada pihak berwenang.
  4. Ditenangkan, menenangkan korban.
  5. Direkam, merekam kejadian sebagai bukti jika diperlukan.

Tempat Melaporkan Kekerasan Seksual

Bagi yang mengalami atau melihat kekerasan seksual, laporan dapat disampaikan ke beberapa lembaga, seperti:

  • Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah
  • Legal Resource Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia
  • SPRK-HAM Surakarta
  • LBH APIK Semarang
  • Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kota atau Kabupaten setempat

Acara sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada para santri tentang pentingnya kesetaraan gender dan bahaya kekerasan seksual, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah dan mengatasinya. Dengan demikian, diharapkan tercipta lingkungan pesantren yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.

Penulis: Jazilah (Mahasantri Darul Falah Besongo dan Mahasiswi UIN Walisongo Semarang)

Editor: Sholahuddin

REKOMENDASI >