Sumber : halaqoh.net
Arus globalisasi kini sedang melanda seluruh penjuru dunia terutama di Indonesia, telah memberikan banyak perubahan terhadap kehidupan masyarakat. Globalisasi dapat diartikan sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak, elektroknik dan media sosial.
Baik media cetak, elektronik dan media sosial yang biasa kita baca dan saksikan setiap hari, semuanya menyajikan bacaan dan tontonan yang tak jarang kurang memperhatikan kualitas berita, moralitas, sopan santun, dan etika. Banyak konten-konten yang mengandung unsur hoax dan pornografi. Sehingga secara langsung pembaca dan pemirsa dapat terpengaruh moral dan tingkah lakunya. Terutama bila para pembaca dan pemirsa tersebut adalah kalangan remaja dan pemuda yang belum memiliki bekal pengetahuan agama yang kuat. Tak hanya itu saja, dari segi ilmu pengetahuan kita memang memperoleh banyak manfaat dari era globalisasi. Akan tetapi, semua itu kembali kepada pribadi masing-masing para pembaca dan pemirsa dalam memanfaatkan era globalisasi ini.
Globalisasi yang memiliki dua sisi (positif dan negatif) juga menjadi penyebab infiltrasi budaya tidak terbendung. Budaya-budaya yang kian hari sedemikan cepat dan mudah saling bertukar tempat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Termasuk budaya hidup barat yang liberal dan bebas merasuki budaya ketimuran yang lebih cenderung teratur dan terpelihara oleh nilai-nilai agama. Dampak negatif dari arus globalisasi yang terlihat miris adalah perubahan yang cenderung pada krisis moral dan akhlak, sehingga menimbulkan banyak benih-benih permasalahan yang sebegitu kompleksnya. Mulai dari permasalahan agama, politik, hingga budaya yang kita rasakan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Pesantren kini harus ikut andil mengambil peran dalam mengatasi problematika di masyarakat dalam artian datang membawa pencerahan dan sekaligus ikut bersaing di era globalisasi ini. Fungsi pesantren hingga kini tetap harus terjaga dengan baik, bahkan sebagian telah mengembangkan fungsi dan perannya sebagai pusat pengembangan di berbagai masyarakat (Said Aqil Sirajd, 1998 : 140). Pesantren pun dituntut untuk menciptakan generasi muslim yang independen dan memiliki life skill yang dapat diandalkan, demi mencapai kemandirian hidup para santri. Hal inilah yang dibutuhkan dalam menghadapi era globalisasi. Sebab, persaingan di era globalisasi hanya dimenangkan oleh manusia yang berkualitas (Zulkifli, 2002 : 160).
Di kalangan pesantren sendiri, setidaknya sejak dasawarsa terakhir telah muncul kesadaran untuk mengambil langkah-langkah tertentu guna meningkatkan kualitas SDM yang mampu menjawab tantangan dan kebutuhan transformasi sosial (pembangunan). Dari sinilah timbul berbagai model pengembangan SDM, baik dalam bentuk perubahan kurikulum pesantren yang lebih berorientasi kepada kekinian, dalam bentuk kelembagaan baru, atau sekolah-sekolah umum di lingkungan pesantren (Nurcholis Madjid, 1999 : 17).
Berkaitan dengan hal tersebut, mengatakan bahwa (santri) harus dibekali dengan berbagai kemampuan sesuai dengan tuntutan zaman guna menjawab tantangan globalisasi, berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur, dan adaptif terhadap berbagai perubahan.
Bahkan di beberapa pesantren telah melakukan reorientasi pendidikan yang lebih menekankan life skill dengan memperkenalkan pelatihan-pelatihan keterampilan dalam sistem pendidikannya. Seperti halnya di pondok pesantren yang menjadi tempat belajar sekaligus persinggahan saya saat ini yaitu Ponpes Darul-Falah Be-Songo yang terkenal dengan Pondok Pesantren Life Skill, para santri dibekali berbagai ilmu ketrampilan mulai dari memasak, menjahit, menyablon, menulis, dan lain-lain. Pesantren Mahasiswa Darul Falah Be-Songo telah mencoba melakukan langkah improvisasi metodologi, yaitu memperluas penyebaran wacana dan keilmuan melalui tulisan, lewat program Jurnalistik Praktis.
Pesantren Mahasiswa Darul Falah Be-Songo memiliki visi-misi membimbing dan mencerdaskan santrinya agar siap menyongsong masa depan melalui program kepenulisan. Para santri di pesantren tersebut dibimbing untuk menjadi penulis yang siap menghadapi masa depan, berdarma dan berjuang melalui ilmu yang dimilikinya. Para santri dibebaskan menempuh jalan yang berbeda-beda sesuai kompetensi dan kemampuan masing-masing dalam kerangka kepenulisan dengan idealisasi masuk ke media massa dan dunia perbukuan. Mereka bisa memilih cerpen, opini, puisi, artikel, atau yang lainnya.
Program Jurnalistik itu sendiri merupakan kegiatan yang secara khusus membimbing santri menuju profesionalisme kepenulisan. Artinya, program ini hendak mengembangkan potensi kepenulisan para santrinya dalam bidang kepenulisan yang menitikberatkan pada aspek praktik daripada teori.
Pesantren Mahasiswa Darul-Falah Be-Songo Semarang dirintis oleh Prof.K.H. Imam Taufiq M,Ag pada tahun 2008. Untuk membiasakan budaya kepenulisan diagendakan Program Jurnalistik Praktis. Jurnalistik Praktis adalah suatu kegiatan yang masuk dalam kurikulum semi otonom pesantren Darul-Falah Be-Songo yang secara khusus berusaha mengarahkan para santri dalam bidang kepenulisan. Kurikulum semi otonom pesantren adalah kurikulum pesantren yang di dalam pelaksanaannya mengambil waktu dan jam tersendiri, lepas dari jadwal pelajaran yang telah ditentukan.
Jurnalistik Praktis oleh pihak pesantren diartikan sebagai latihan kepenulisan yang dilaksanakan untuk mengikuti isu-isu aktual di media massa berupa berita/reportase dalam bentuk opini, resensi buku, puisi, essai sastra, cerpen, novel yang menitikberatkan pada aspek praktik dalam pelaksanaannya. Jurnalistik Praktis dari pihak pesantren juga mempunyai tujuan tertentu.
Secara garis besar tujuan tersebut dibagi kedalam tiga bagian; Pertama, dengan diadakannya pelatihan Jurnalistik Praktis diharapkan para santri bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan keilmuan melalui media massa dalam rangka berdakwah dengan menggunakan cara atau jalan yang berbeda-beda. Kemampuan, bakat dan minat para santri diharapkan bisa diarahkan menuju pengapresiasian pendapat dan keinginan terhadap sasaran yang lebih luas, yaitu khalayak.
Para santri bisa menyampaikan gagasanya dalam rangka berdakwah melalui berbagai media, bisa lewat artikel, cerpen, puisi, buku, novel dan sebagainya. Para santri mempunyai latar belakang dan pendidikan yang berbeda-beda, diharapkan bisa melahirkan kontribusi yang bermanfaat melalui tulisan, sesuai dengan kompetensi dan bidang masing-masing. Santri mahasiswa yang di Fakultas Tarbiyah dapat menyampaikan kontribusinya tentang seputar pendidikan, Fakultas Syariah tentang hukum, Fakultas ilmu sosial dan politik menyampaikan gagasanya seputar dunia kepolitikan dan sosial , Fakultas Ushuluddin tentang dasar-dasar agama, Fakultas Dakwah tentang dunia perdakwahan. Hal ini sebagai alternatif untuk berdakwah melalui tulisan yang dimuat di media massa.
Kedua, dengan Jurnalistik Praktis para santri bisa menjalani proses menuju hidup mandiri, karena pengasuh menyarankan agar semaksimal mungkin tidak menggantungkan orang tua, meskipun harus bersusah-susah dan kerja keras. Dengan termuatnya tulisan di media-media massa akan mendatangkan konsekuensi finansial, yaitu berupa honor. Dengan adanya konsekuensi tersebut, jika para santri telah mapan dalam dunia kepenulisan, bisa memprediksi kemampuannya dan peka terhadap momentum, maka untuk biaya hidup dan perkuliahan menjadi tidak masalah, artinya kemandirian telah tercapai dengan bekal keilmuan.
Ketiga, dengan Jurnalistik Praktis diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan para santri di dalam kebiasaan membaca. Hal ini sangat prinsip di dalam dunia kepenulisan, karena dalam menulis yang parameternya adalah selera khalayak melalui tim redaktur masing-masing media massa diperlukan kepekaan dan wawasan yang luas. Hal ini bisa dicapai jika santri benar-benar rajin membaca dan belajar, baik itu dari literatur-literatur yang berwujud wacana ataupun realitas yang ada. Dengan demikian, membaca dan belajar kepada realitas menjadi sebuah kebutuhan, dan kebutuhan itu akan dicari oleh pihak yang membutuhkan selama dia hidup.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa pada dasarnya apa yang dilakukan oleh pihak pesantren tersebut adalah salah satu alternatif yang bisa dikatakan unik untuk dunia pesantren. Pesantren tersebut telah berusaha memberikan wadah sekaligus bekal untuk para santri dalam mengamalkan ilmu yang didapatkannya dengan cara berdakwah melalui tulisan yang bertujuan untuk memberikan dampak positif dan mengatasi problematika di masyarakat yang seringkali muncul media sosial.
Dengan demikian, literasi untuk kalangan santri merupakan salah satu cara alternatif dalam rangka berdakwah dan sekaligus ikut berperan mengatasi problematika yang terjadi di masyarakat pada era globalisasi ini.
Daftar Pustaka
Siraj, Said Aqil. 1999. Pesantren Masa Depan. Bandung: Pustaka Hidayah.
Zulkifli. 2002. Sufi Pesantren. Yogyakarta: LKIS.
Madjid, Nurcholis. 1999. Bilik -bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina.
*Juara 3 menulis putra lomba Akhirussanah 2019 Ponpes Darul Falah Besongo