Bulan kemerdekaan Indonesia adalah suatu momentum untuk merefleksikan diri dan mensyukuri. Bagi generasi muda, memanfaatkan waktu dan kesempatan adalah salah satu cara mensyukurinya.
Berikut yang disampaikan KH. Asrorun Niam Sholeh, Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI, Kamis (18/08/2022). Berkunjung ke Pondok Pesantren Darul Falah Besongo, Niam memberikan motivasi yang disambut riuh tepuk tangan dari semua santri.
“Hidup dan mati itu ‘given’ tapi untuk menjadi sesuatu itu perlu adanya ikhtiar atau usaha kita untuk mewujudkannya,” ungkap Pengasuh Pondok Pesantren An-Nadhlah Depok tersebut.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemuda harus memiliki desain sebagai planning, perencanaan serta strategi untuk mewujudkan cita-cita itu. Sehingga waktu dan tenaga yang hilang bisa maksimal dan bermanfaat.
“Jangan sampai kita semua punya cita-cita yang abstrak atau tidak jelas. Hal ini diibaratkan seperti seorang penggembala yang meninggalkan kambingnya di padang rumput tanpa adanya arahan,” tandasnya.
Mengutip salah sebuah syair, Niam menjelaskan, engkau berharap sukses dan berhasil namun tak menempuh jalannya. Ketahuilah, tak ada kapal yang bisa berlayar di atas daratan.
“Tarjun Najata Walam Tasluk Masalikaha # Innas Safinata La Tajri Alal Yabasi. Maka kesuksesan itu harus dijemput dengan ikhtiar kita, bukan ditunggu dengan berdiam diri,” lengkapnya.
Kontribusi Pemuda untuk Indonesia
Sejak dulu generasi muda sudah banyak andil untuk Indonesia. Salah satunya pada momen resolusi jihad. Ada Bung Tomo yang mampu membakar semangat para pemuda dan banyak santri yang ikut berperang saat mengusir penjajah.
“Kita perlu membaca sejarah kepahlawanan dari kacamata pemuda. Agar pemuda dapat menemukan esensi dari sejarah tersebut dan nantinya dapat berpartisipasi untuk bangsa ini,” ungkap mantan aktivis ’98 itu.
Meski sebagai pemuda kita dituntut untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Tapi jangan sampai aktivitas organisasi membuat kita terlena dari belajar formal (pengembangan kapasitas intelektual) yang sudah menjadi kewajiban kita.
“Orang sukses itu biasanya yang mampu menyeimbangkan antara keduanya. Baik organisasi maupun akademiknya,” tandasnya.
Dalam berorganisasi, kita sedang melakukan pemenuhan dengan kapasitas sosial atau interpersonal kita. Sedangkan dengan belajar formal termasuk peningkatan skill adalah kemampuan personal yang juga sangat diperlukan.
“Maka, sehabat apa pun kapasitas personal kita tapi kalau tidak punya media atau cara untuk menyampaikannya itu kurang sempurna. Dan kalau aktif berorganisasi tapi kurang kemampuan personal dan individunya juga akan rusak,” lengkapnya.
Turut hadir dalam acara tersebut, Prof. KH. Imam Taufiq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah Besongo juga KH Abdullah Mas’ud, Ketua PCNU Taggerang Selatan.
Disampaikan oleh Abah Imam Taufiq saat memberikan sambutan, bahwa santri sekarang harus mampu memaksimalkan relasi dan interaksi kepada siapa saja untuk membangun koneksi.
Pewarta: Imam Mawardi
Editor: M. Badruz Zaman